JAKARTA, KOMPAS.com – Budaya nongkrong sambil menyeruput kopi belakangan menjamur di kalangan muda-mudi Indonesia, khususnya Ibu Kota.
Bila ditilik sejarahnya, budaya ini ternyata bermula pada tahun 1878, dari sebuah warung makan yang juga menyediakan kopi untuk pengunjungnya di kawasan Moolenvliet Oost (kini Jalan Hayam Wuruk) di Batavia.
Berdasarkan catatan Historia.id, warung tersebut awalnya bernama Warung Tinggi, didirikan oleh saudagar asal Cina bernama Liauw Tek Soen.
Ia melihat peluang menjanjikan dari menjual minuman kopi. Kopi sendiri menjadi komoditas andalan di Hindia Belanda pada saat itu.
Saat awal berdiri, bangunan warung didominasi kayu jati. Berdiri di atas tanah 500 meter, bagian depan digunakan untuk berdagang, sebelah kanan untuk dijadikan warung nasi, dan sebelah kiri sebagai toko kelontong.
Baca juga: Saat Konser “Outdoor” Pertama di Jakarta 5 Dekade Silam Dibubarkan karena Kerusuhan…
Warung itu menghadap ke Sungai Ciliwung. Kala itu, kawasan Moolenvliet Oost termasuk wilayah strategis karena penduduk kerap beraktivitas di Sungai Ciliwung.
Alhasil, toko kelontong dan warung milik Liauw Tek Soen kerap didatangi warga.
Rudy Widjaja dalam Warung Tinggi Coffee: Kopi Legendaris Tertua di Indonesia, Sejak 1878 mengatakan bahwa bangunan warung itu lebih tinggi dibandingkan bangunan lain di sekitarnya.
Konon, pemilik warung membeli kopi dari pedagang wanita yang membawa kopi mentah menggunakan bakul. Di kemudian hari, gambar pedagang wanita yang membawa bakul menjadi logo Kopi Warung Tinggi.
Bisnis kopi itu kemudian diteruskan oleh anak angkat Liauw Tek Soen bernama Liauw Tek Siong sejak 1910. Anak lelaki tunggal Liauw Tek Soen sendiri disebut punya keterbelakangan mental.
Bila mula-mula kopi hanya menjadi usaha sampingan, di tangan Liauw Tek Siong, kopi dijadikan bisnis utama. Pada 19277, Liauw Tek Siong mendirikan pabrik sedernama bernama Tek Soen Hoo Eerste Weltevredensche Koffiebranderij atau Toko Tek Soen.
Ini merupakan perusahaan penggoreng kopi pertama di Weltevreden.
Ketegangan antara Belanda dan Jepang pada 1942 berdampak pada bisnis ini. Seluruh keluarga mengungsi ke Jawa Barat dan bisnis ditutup berbulan-bulan.
Pada masa kependudukan Jepang, Toko Tek Soen kembali dibuka meski dengan cara meminjam kopi dari pengusaha lain. Setelah Indonesia merdeka, bisnis kopi itu diwariskan kepada salah satu anak Liauw Tek Siong bernama Liauw Thian Djie.
Bisnis kopi melaju pesat pada 1950-an. Liauw Thian Djie membeli mesin baru yang canggih dan mulai mencampur beberapa jenis kopi hingga memproduksi produk andalan: Rajabica, Arabica Special, Arabica Super, Arabica Extra, dan Robusta.
Kerusukan pada 1998 berdampak pada usaha Warung Tinggi. Rumah dan pabrik kopi hancur. Baru pada 1999 kedai kembali dibangun dengan nama Bakoel Koffie. Sementara itu, pabrik dibangun di Tangerang. (Historia.id/ Amanda Rachmadita)
Artikel ini telah tayang di Historia.id dengan judul "Warung Kopi Tertua di Indonesia".
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.