Puluhan warga melakukan aksi demonstrasi di depan gerbang masuk Kampung Susun Bayam pada Senin (21/11/2022). Beberapa di antaranya bahkan menginap di sana sampai Rabu (23/11/2022).
Jakpro bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Rabu malam menggelar musyawarah bersama puluhan warga Kampung Bayam, untuk yang kesekian kali.
Musyawarah ini sebagai upaya dialog dalam menyelesaikan polemik relokasi warga ke hunian Kampung Susun Bayam di dekat Stadion Internasional Jakarta (JIS).
Baca juga: Belum Bisa Dihuni, Kampung Susun Bayam Disebut Sedang Diaudit
Melalui keterangan tertulis, Jakpro sebagai operator Kampung Susun Bayam mengklaim bahwa pertemuan di Kantor Lurah Papango telah menghasilkan kesepakatan.
Vice Presiden Corporate Secretary Jakpro Syachrial Syarif menyebutkan, dari musyawarah tersebut, muncul kesepakatan Kampung Susun Bayam dapat segera ditempati.
Namun hal ini hanya dapat dilakukan untuk warga atau calon penghuni yang telah menandatangani kontrak untuk masa transisi selama enam bulan ke depan.
"Jakpro mempercepat proses administrasi internal dan koordinasi bersama dinas terkait. Komunikasi dengan warga dilakukan secara intensif dan maraton," ujar Syarif.
Proses penetapan pengelolaan juga akan didiskusikan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hingga Jumat ini.
Baca juga: Kaget Harga Sewa Kampung Susun Bayam Rp 1,5 Juta, Warga Gusuran JIS: Kami Tidak Mampu
"Tahapan koordinasi yang perlu dilalui ini cukup panjang. Sambil menunggu proses transisi pengelolaan ke Pemprov DKI Jakarta, kami mengupayakan agar warga dapat segera menempati huniannya," papar Syachrial.
Namun hal berbeda justru disampaikan warga. Asep Suwanda, salah seorang calon penghuni Kampung Susun Bayam mengatakan belum ada kesepakatan antara warga dengan Jakpro terkait relokasi.
Bahkan Ketua Kelompok Tani Warga Kampung Bayam Madani, M Furkhon, mengaku penetapan harga sewa sebesar Rp 1,5 juta per bulan sangat tinggi dan memberatkan bagi warga.
"Kami kaget. Bagaimana dengan kemampuan kami," kata Furkhon kepada Kompas.com, Jumat (25/11/2022).
"Semestinya dalam tiga tahun ini sudah ada kepastian buat kami. Kemampuan ekonomi kami sudah jelas tak mampu. Ada pemulung, serabutan, dan sampai penganggur," lanjutnya.
(Kompas.com: Zintan Prihatini, Retno Ayuningrum | Antara: Abdu Faisal | TribunJakarta.com: Dionisius Arya Bimasuci)