Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 28/12/2022, 06:00 WIB
Ivany Atina Arbi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak banyak yang tahu, kawasan pusat perdagangan tekstil Tanah Abang di Jakarta Pusat dulunya adalah sebuah perbukitan yang asri.

Itulah sebabnya pada masa kolonial Belanda dulu, kawasan tersebut dinamakan Tanah Abang Heuvel alias Tanah Abang Bukit.

Dalam buku Batavia In 19th Century Photographs karya Scott Merrillees, tertulis di atas perbukitan itu terdapat sebuah rumah yang digunakan untuk tempat beristirahat Gubernur Jenderal Gustaaf Willem van Imhoff (1705-1750).

Bangunan yang berdiri di Tanah Abang Bukit ini lebih besar jika dibandingkan rumah-rumah lain di sekitar Koningsplein atau kawasan silang Monas saat ini.

Pada abad ke-19, Tanah Abang adalah kawasan pinggiran kota yang pusatnya ada di kawasan Kota Tua yang digunakan untuk permukiman elite.

Mulai dari gubernur dan konsulat-konsulat asing, seperti Swedia, Jerman, dan Rusia, juga menyewa rumah di Tanah Abang Bukit.

LM McLean, CEO perusahaan MacLaine and Watson, juga dikabarkan pernah tinggal di Tanah Abang Bukit. Tahun 1906, notaris terkenal di Batavia, Johannes Diedericus De Riemer dan istrinya, Maria Charlotta Te Mechelen, tinggal di Laan de Riemer (kini Jalan Tanah Abang 3).

Baca juga: Sejarah Tanah Abang, dari Kebun Palem hingga Pusat Grosir

Dikutip dari harian Kompas, pada Minggu (10/5/2015), Scott Merrillees didampingi penulis Sven Verbeek Wolthuys menjadi narasumber dalam acara Plesiran Tempo Doeloe yang digelar komunitas Sahabat Museum.

Kala itu, sebanyak 100 pencinta sejarah menjelajah kawasan Tanah Abang untuk melacak riwayat masa lalu kawasan itu.

Leluhur Sven, Jannus Theodorus Bik (1796-1875), adalah seorang pelukis terkenal yang dikirim ke Indonesia pada 1816 oleh Raja Willem I.

Ia membeli lahan di Tanah Abang Bukit dari pemilik lahan Willem van Riemsdijk Helvetius. Helvetius adalah ahli waris tanah dari Gubernur Jenderal Van Imhoff.

Meski punya rumah di Tanah Abang Bukit, Bik memilih untuk tinggal di rumah yang berada di Pondok Gede dan Cisarua, Puncak.

Baca juga: Sejarah Tanah Abang: Terkena Malapetaka Berkali-kali, tapi Tetap Berdiri Tegak

Setelah Bik meninggal pada 1875, tanah dan empat rumah di kawasan itu diwariskan ke Pieter Albert de Nijs Bik (1858- 1920). Kakek dan nenek Sven lalu tinggal di rumah itu selama 1863-1948.

Sven penasaran karena sejak kecil ia selalu mendengar kisah Tanah Abang Bukit dari neneknya, Welly van Garderen. Garderen menghabiskan masa mudanya di sebuah rumah di Tanah Abang Bukit sebelum akhirnya pulang ke Belanda.

Hingga usia senja, hati Welly ternyata masih tertambat di Tanah Abang. Kepada para cucunya, ia sering menceritakan masa lalu selama berjam-jam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Harga Tiket Damri Jakarta-Wonosobo dan Jadwalnya per November 2023

Harga Tiket Damri Jakarta-Wonosobo dan Jadwalnya per November 2023

Megapolitan
Tarif Transjakarta Rute Bandara Soekarno-Hatta Tak Kunjung Ditetapkan, Dishub DKI: Masih Terus Dikaji

Tarif Transjakarta Rute Bandara Soekarno-Hatta Tak Kunjung Ditetapkan, Dishub DKI: Masih Terus Dikaji

Megapolitan
Nestapa Guru SMPN di Jaksel, Disebut Tak Dibayar Selama 2 Tahun dan Hanya Dapat Upah dari Saweran Wali Murid

Nestapa Guru SMPN di Jaksel, Disebut Tak Dibayar Selama 2 Tahun dan Hanya Dapat Upah dari Saweran Wali Murid

Megapolitan
Kafe Kloud Senopati Disegel karena Kasus Narkoba, 56 Karyawan Kehilangan Pekerjaan

Kafe Kloud Senopati Disegel karena Kasus Narkoba, 56 Karyawan Kehilangan Pekerjaan

Megapolitan
9 Jalan yang Dilarang Pasang Alat Peraga Kampanye di Kota Bekasi

9 Jalan yang Dilarang Pasang Alat Peraga Kampanye di Kota Bekasi

Megapolitan
Kunjungi Kantor Damkar DKI, Cipung Dikerubuti 'Office Boy' untuk Berswafoto

Kunjungi Kantor Damkar DKI, Cipung Dikerubuti "Office Boy" untuk Berswafoto

Megapolitan
Oknum Satpol PP yang Janjikan Pekerjaan di Kantor Samsat Tak Ditahan, Polisi: Masih Pemulihan Pascaoperasi

Oknum Satpol PP yang Janjikan Pekerjaan di Kantor Samsat Tak Ditahan, Polisi: Masih Pemulihan Pascaoperasi

Megapolitan
Sidak SDN Malaka Jaya 10 Buntut Gaji Guru Rp 300.000, Heru Budi: Masalah Sudah Diselesaikan

Sidak SDN Malaka Jaya 10 Buntut Gaji Guru Rp 300.000, Heru Budi: Masalah Sudah Diselesaikan

Megapolitan
Kenalkan Mobil Pemadam ke Rayyanza 'Cipung', Damkar DKI: Dia Sempat Syok, tapi 'Happy'

Kenalkan Mobil Pemadam ke Rayyanza "Cipung", Damkar DKI: Dia Sempat Syok, tapi "Happy"

Megapolitan
Ada Proyek Polder, Dishub DKI Imbau Pengendara Hindari Jalan TB Simatupang hingga 15 Desember 2023

Ada Proyek Polder, Dishub DKI Imbau Pengendara Hindari Jalan TB Simatupang hingga 15 Desember 2023

Megapolitan
2 Penipu yang Janjikan Pekerjaan di Kantor Samsat Ternyata Pegawai Pemkot Serang dan Satpol PP

2 Penipu yang Janjikan Pekerjaan di Kantor Samsat Ternyata Pegawai Pemkot Serang dan Satpol PP

Megapolitan
Polisi: Penyebab Lansia yang Tewas di Atap Rumahnya di Manggarai Diduga karena Kelelahan

Polisi: Penyebab Lansia yang Tewas di Atap Rumahnya di Manggarai Diduga karena Kelelahan

Megapolitan
Pemkot Depok Kucurkan Dana Rp 6,8 Miliar untuk Bangun Kantor Kelurahan Curug

Pemkot Depok Kucurkan Dana Rp 6,8 Miliar untuk Bangun Kantor Kelurahan Curug

Megapolitan
Sudah 1,5 Bulan, 3 Pengeroyok yang Tewaskan Pemuda dalam Tawuran di Ciracas Masih Buron

Sudah 1,5 Bulan, 3 Pengeroyok yang Tewaskan Pemuda dalam Tawuran di Ciracas Masih Buron

Megapolitan
'Headway' LRT Jabodebek Kini Berkurang Jadi 18 Menit

"Headway" LRT Jabodebek Kini Berkurang Jadi 18 Menit

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com