Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Perjalanan Bus Kota di Jalanan Ibu Kota

Kompas.com - 29/12/2022, 05:30 WIB
Ivany Atina Arbi

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Bus kota telah menguasai jalanan Jakarta dari masa ke masa sejak berakhirnya era trem, yang diikuti kemunculan bus-bus bermerek Dodge dan Robur hingga era bus tingkat Si Jangkung.

Hingga saat ini, Jakarta memiliki 13 koridor bus transjakarta yang seluruhnya dijalankan dengan sistem yang modern. Ini artinya, puluhan tahun sudah jalanan ibu kota dilintasi oleh perjalanan bus kota yang membawa kisahnya masing-masing.

Dikutip dari harian Kompas, berdasarkan sejumlah sumber sejarah yang dimiliki Perusahaan Umum Perusahaan Pengangkutan Djakarta (PPD), balada angkutan massal di jalanan Jakarta ini berangkat dari pengoperasian trem yang dijalankan Pemerintah Hindia-Belanda.

Bataviasche Verkeers Maatchappij (BVMNV) adalah perusahaan Pemerintah Belanda yang terakhir mengoperasikan trem di Jakarta.

Baca juga: 2022 Hampir Berakhir, Transjakarta Kebut Target 100 Bus Listrik

Pada perkembangannya, mengikuti kebutuhan Batavia yang terus tumbuh, BVMNV tidak hanya menjalankan trem, tetapi juga mulai mengoperasikan bus-bus yang melayani angkutan di sekitar permukiman di Batavia.

Pada era penjajahan Jepang mulai 1942, perusahaan itu beralih nama menjadi Djakarta Shiden. Di zaman Jepang, Djakarta Shiden kembali hanya mengoperasikan trem karena bus-busnya dipakai militer Jepang.

Tiga hari setelah Proklamasi Kemerdekaan, 17 Agustus 1945, barulah perusahaan operator trem berikut bus-bus yang ada diserahkan ke Pemerintah Republik Indonesia.

Hanya dua tahun perusahaan trem dan bus kota kembali dikuasai Indonesia. Pada 1947-1954, trem kota kembali dikuasai Belanda dengan pengelola BVMNV.

Pada 1954, BVMNV dinasionalisasi berdasarkan Undang-Undang Darurat 10 Tahun 1954. Maka, lahirlah nama Perusahaan Pengangkutan Djakarta yang mengoperasikan transportasi publik di Jakarta.

Baca juga: PT Mayasari Bakti Siap Meluncurkan Bus Listrik TransJakarta

Bus kota pertama di Jakarta

Bus pertama yang dioperasikan PPD adalah bus Leyland bantuan Australia pada 1956. Pada 1960, Presiden Soekarno memerintahkan penghapusan trem. Maka, sejak saat itu, berakhirlah era trem dan dimulailah era bus sebagai raja jalanan Ibu Kota.

Kepala Divisi Hukum dan Humas Perusahaan Umum PPD Joko Lelono mengatakan, stasiun trem terakhir PPD berada di Jalan Kramat Raya 21. Saat ini, lokasi itu digunakan sebagai kantor PT Angkasa Pura II.

Pada awalnya, bus-bus yang dioperasikan PPD kebanyakan dari pabrikan Dodge di Amerika Serikat. Namun, ada pula sejumlah tipe bus lain yang turut mewarnai jalanan Ibu Kota waktu itu.

Mulai dari ”Si Jangkung”, bus tingkat pertama yang benar-benar jangkung dan berwarna merah dari Inggris. Salah satu Si Jangkung yang tersisa, dengan nomor polisi B 6629 X, kini menjadi koleksi Museum Transportasi Taman Mini Indonesia Indah.

Salah satu rute yang dilayani bus jangkung ini adalah rute PPD 14 jurusan Blok M-Salemba-Pasar Senen. Dengan kapasitas angkut 83 orang, bus ini berlalu lalang sejak 1968 sampai 1982.

Baca juga: Sejarah Bus Tingkat di London

Kemudian, pada era 1984-1995, PPD mengoperasikan sekitar 80 bus tingkat keluaran Leyland dan Volvo hingga masa bus tingkat ini berakhir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Warga Sebut Pabrik Arang di Balekambang Sebelumnya Juga Pernah Disegel

Megapolitan
Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Pengelola Sebut Warga Diduga Jual Beli Rusun Muara untuk Keuntungan Ekspres

Megapolitan
Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Nama Andika Perkasa Masuk Bursa Cagub DKI 2024, Pengamat: PDI-P Harus Gerak Cepat

Megapolitan
Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Polisi Tutup Kasus Kematian Brigadir RAT, Kompolnas: Sudah Tepat karena Kasus Bunuh Diri

Megapolitan
Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk 'Liquid'

Pengedar Narkoba yang Ditangkap di Depok Konsumsi Ganja Berbentuk "Liquid"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com