JAKARTA, KOMPAS.com - Tanggul laut raksasa atau giant sea wall dan tanggul pantai diandalkan pemerintah untuk menahan air laut agar tak melimpas ke daratan di pesisir utara Jakarta.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Suci F Tanjung mengatakan, kedua tanggul tersebut sejatinya hanya diperlukan dalam situasi darurat, terutama saat terjadi penurunan muka tanah dan kenaikan permukaan air laut.
Suci menyampaikan itu saat menanggapi pembangunan proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).
"Tanggul ini untuk situasi emergency itu diperlukan, tapi kami juga melihat skema yang lebih besar daripada hanya sekadar tanggul," kata Suci saat dihubungi Kompas.com, Jumat (13/1/2023).
Baca juga: Walhi: Setinggi Apa Pun Tanggul Jakarta Dibangun, Tetap Mengikuti Penurunan Muka Tanah
Bila melihat penurunan muka tanah yang makin masif, bahkan mencapai 20 sentimeter per tahun, maka perlu ada langkah konkret lainnya dari pemerintah untuk menghentikan penurunan muka tanah.
Suci menuturkan, pemerintah harus meninjau kembali izin mendirikan bangunan (IMB), khususnya di pesisir Jakarta.
"Apakah masih ada pembangunan yang membuat ekstraksi air tanah? Banyak ahli juga mengatakan bahwa penurunan muka tanah tidak hanya sekadar mengekstraksi air tanah tapi bangunan di atas tanahnya juga," tutur Suci.
Oleh karenanya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu didorong untuk mengeluarkan kebijakan yang radikal dengan meninjau semua IMB.
Baca juga: Tanggul Pantai Kalibaru, Pelindung Warga dan Nelayan dari Banjir Rob
Berdasarkan data yang diterima Suci, akan ada ribuan bangunan yang berdiri di Ibu Kota dalam beberapa tahun ke depan. Padahal, tanah di Jakarta dinilai sudah tak mampu lagi menahan bangunan-bangunan tersebut.
"Harusnya di-review apakah memang daya tampung di Jakarta mumpuni untuk bisa menampung bangunan beberapa tahun ke depan, dengan kondisi tanah Jakarta yang sudah sangat serius penurunan muka tanahnya," ucap dia.
Pemerintah perlu membatasi pembangunan di Jakarta seiring dengan membenahi tata ruang kota. Terlebih saat ini kenaikan muka air laut mencapai 3 milimeter per tahun, membuat Jakarta makin terancam tenggelam.
"Banjir di Jakarta menurut ahli mengatakan ini tidak ada hubungannya dengan krisis iklim, tapi tata ruang yang buruk," papar Suci.
Adapun tanggul laut raksasa dan tanggul pantai merupakan proyek Pemprov DKI bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Baca juga: Wajah Baru Tanggul Pantai Kalibaru, Kini Dilengkapi Fasilitas Olahraga dan Bersantai
Kendati kedua tanggul dapat mencegah air laut ke darat, kata Suci, pemerintah harus mencari strategi lain.
Misalnya, menerapkan konsep bebas zona air tanah. Sebab, penggunaan air tanah secara berlebihan merupakan faktor makin turunnya muka tanah.
Ketika masyarakat tidak boleh mengekstraksi air tanah, alternatif penyaluran air turut menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah.
"Jadi upaya preventif harus dilakukan dengan cara mengeluarkan kebijakan radikal," pungkas Suci.
Kasi Perencanaan Bidang Pengendalian Rob dan Pengembangan Pesisir Pantai SDA DKI Jakarta Putu Riska Komala menyebutkan, NCICD dibagi dalam tiga fase pembangunan, yakni fase A, fase B, dan fase C.
Fase A merupakan pembangunan tanggul pantai. Sementara itu, pembangunan giant sea wall termasuk dalam fase B dan fase C.
Putu menerangkan, fase A disebut sebagai pembangunan tanggul pantai lantaran tanggul yang dibangun terletak di pesisir pantai.
Menurut Putu, tanggul pantai berfungsi untuk mencegah banjir rob di utara Ibu Kota.
"Fase A disebut dengan tanggul pantai, kenapa? Karena dia adanya di pantai. Itu tugasnya salah satunya melindungi dari banjir rob. Kami buat itu karena adanya emang di pesisir," ungkap Putu, Selasa (3/1/2023).
Baca juga: Tanggul Pantai Kalibaru Rampung, Warga: Dulu Air Laut Langsung ke Daratan
Menurut Putu, pembangunan giant sea wall yang termasuk dalam fase B dan fase C dilakukan langsung oleh Kementerian PUPR.
Di sisi lain, Kepala Satuan Kerja NCICD dari Kementerian PUPR Ferdinanto menyebutkan, tanggul pantai akan dibangun sepanjang 33 kilometer di pesisir Jakarta Utara.
Dari total 33 kilometer, Kementerian PUPR mengerjakan 11 kilometer, sedangkan sisanya atau sepanjang 22 kilometer dikerjakan Pemprov DKI Jakarta.
“Dari 33 kilometer yang direncanakan dibangun, kami (Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Jakarta) telah merampungkan 40 persennya," ucap Ferdinanto, Jumat (6/1/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.