TANGERANG, KOMPAS.com- Saat banyak orang jijik dengan sampah, justru Suherman (43) sangat menikmati profesinya sebagai petugas kebersihan.
Sudah lebih dari 10 tahun, Herman bekerja mengangkut sampah setiap harinya.
Ia yang tinggal di daerah Pantai Tanjung Kait Kabupaten Tangerang harus bangun pukul 02.00 WIB untuk bekerja.
Herman dan empat teman lainnya bertugas mengangkut sampah yang berceceran atau bertumpuk di sepanjang jalan protokol Kelurahan Parung Serab, Kota Tangerang.
"Kalau saya berangkat dari rumah jam 02.30 WIB, dan biasanya selesai jam 07.00 WIB," ujar Herman saat dijumpai di UPT Rawa Kucing, Selasa (21/2/2023).
Baca juga: Hari Peduli Sampah Nasional, Pasukan Oranye: Kesadaran Buang Sampah Lebih Baik Dididik sejak Dini
Dalam sehari, Herman dan rekan-rekannya harus bekerja shift dan mengangkut sampah pada pagi, siang sampai sore hari.
Sekali jalan, muatan mobil truk pengangkut sampah wajib mengangkut minimal 10 ton.
Maka, dalam sehari mereka wajib mengangkut 20 ton sampah.
"Pernah ditegur kalau enggak cukup 10 ton, harus balik lagi (angkut sampah lagi)," ujar Herman di sela-sela istirahatnya usai mengantar sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Rawa Kucing.
Baca juga: Hari Peduli Sampah Nasional, Mengenal Tugas Pasukan Oranye yang Belum Banyak Diketahui Khalayak
Para petugas kebersihan sampah ini menerima upah harian yang diberikan per bulan oleh Pemkot Tangerang.
Hitungan upah harian yang mereka terima adalah Rp 45.000 per hari.
Dengan upah itu pula dia menghidupi istri dan kedua anak laki-lakinya. Satu anaknya baru tamat SMA dan satu lagi masih duduk di bangku 2 SMP.
Selama menjadi petugas kebersihan, Herman mengatakan, dirinya menikmati pekerjaan itu.
Namun, ada satu hal yang sesekali membuat duka bagi dirinya dan beberapa teman lain yaitu dimaki ataupun dihina oleh masyarakat lainnya.
"Pernah dikritik warga, 'mang mobilnya (truk pengangkut) jangan lewat sini', begitu pernah dikritik kami," ujarnya.
Baca juga: Punya Persoalan Sampah di Lingkungan? Catat 14 Kanal Pengaduan Milik Pemprov DKI
Herman mengaku ia dan teman-teman lainnya cuma menyambut omongan orang itu dengan senyuman saja.
Sesekali mereka juga menjawab dengan argumen yang baik, tapi tidak dengan emosi.
"Kami paling bilang, lah kalo gak ada mobil pengangkut sampah begini, mau gimana buang sampah, mau kebanjiran lagi," kata dia.
Meskipun pernah dikritik oleh beberapa warga yang tidak bersyukur dengan adanya mobil truk pengangkut sampah, mereka masih tetap datang kembali ke sana untuk mengangkut sampah di jalan itu seterusnya.
"Kami gak pernah emosi, enjoy aja," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.