Kita tetap menghargai dan akan menggunakan produksi kereta dalam negeri melalui INKA. Kemenperin mewajibkan menggunakan TKDN dengan tidak mengizinkan impor.
Namun, kebijakan tersebut tak mempertimbangkan kapasitas produksi INKA untuk pemenuhan kebutuhan KRL dalam negeri sehingga blunder terhadap pelayanan KRL.
Bila minim peremajaan KRL, tentunya kita tidak ingin rangkaian KRL yang sudah uzur dipaksakan beroperasi karena berisiko akan rusak yang mengganggu pejalanan KA dan pelayanan publik otomatis terganggu.
Informasi dari PT KCI memang sangat menyedihkan karena mendapat respons dari Dirjen Perdagangan Luar Negeri yang intisarinya tidak bisa mempertimbangkan pembelian Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru (BMTB).
Tidak diizinkannya tersebut karena tidak ada rekomendasi dari Kemenperin akibat tiadanya TKDN. Masalah TKDN juga perlu kita pertanyakan karena kereta api cepat Jakarta-Bandung (KCJB) juga tanpa TKDN, tetapi diizinkan masuk.
Selain sarana KA cepat, prasarananya juga diizinkan impor utuh seperti persinyalan, telekomunikasi, kelistrikan, dan rel.
Untuk fungsi pelayanan publik atau pelayanan transportasi publik, baiknya tidak ada diskriminasi kebijakan.
Masalah TKDN sebaiknya ditinjau kembali. Produk yang masih belum mampu dipenuhi di dalam negeri, sewajarnya mendapatkan dispensasi dari TKDN.
Bila kebutuhan sarana kereta tersebut untuk kepentingan masyarakat dan mendesak, maka masuk akal diizinkan impor produk tanpa TKDN.
Harapan masyarakat bahwa manajemen KAI/KCI tetap berkoordinasi dengan Kemenperin untuk meyakinkan kebutuhan pengadaan barang bekas tersebut (KRL), karena okupansi penumpang telah kembali normal, sementara sarana KRL masih terbatas.
Bila hal ini tetap diabaikan oleh Kemenperin, maka dampaknya tidak dapat mengurai membludaknya penumpang transit di Stasiun Manggarai. Pasalnya, jumlah sarana KRL berkurang karena sejumlah KRL pensiun tanpa peremajaan.
Kita dapat memaklumi mengapa KAI/KCI dan INKA terlambat untuk MoU kontrak pengadaan KRL baru. Barangkali terbelenggu equitas modal korporasi sebagai dampak penugasan KAI untuk kereta api cepat Jakarta Bandung dan INKA untuk pengadaan LRT Jabodebek.
Kontrak pembelian KRL baru sebanyak 16 trainset senilai Rp 3,6 triliun antara KAI & INKA. Jika 1 trainset berisikan 12 rangkaian, maka akan ada 192 unit KRL dengan harga per unitnya Rp 18,75 milyar.
Sementara KRL bekas dari Jepang dengan kualitas sangat bagus, harganya hanya sekitar Rp 800 juta per unit sampai di Indonesia.
Biaya Rp 800 juta itu hanya cost & freight saja sampai di Pelabuhan Indonesia. Sementara harga sarana KRL-nya gratis.