JAKARTA, KOMPAS.com - Lebaran menjadi momen yang ditunggu-tunggu seorang sopir bus AKAP PO Kramat Djati, Dadang Permana (44).
Sebab, saat itu lah biasanya jumlah penumpang melonjak lebih dari biasanya untuk mudik ke kampung halaman. Namun, kenyataannya tidak demikian pada kali ini.
"Lebaran sebenarnya momen yang ditunggu-tunggu. Kirain bakal ada lonjakan penumpang, nyatanya enggak ada," ungkap dia di Terminal Kampung Rambutan, Ciracas, Jakarta Timur, Selasa (18/4/2023).
Sebelum pandemi Covid-19, biasanya lonjakan penumpang sudah tampak sejak tujuh hari sebelum Lebaran.
Bahkan, tiga hari sebelum Lebaran, Dadang hanya perlu mengetem di Terminal Kampung Rambutan selama 30 menit.
"(Mengetem) 30 menit saja sudah penuh itu, satu bus kapasitas 59 orang. Sekarang hampir lebih dari satu jam baru ada 15 orang, enggak banyak," terang Dadang.
Tentunya, hal ini memengaruhi pendapatan Dadang.
Sebab, sebelum pandemi, ia mampu membawa pulang Rp 300.000-Rp 400.000 per hari.
"Itu sudah dipotong untuk setoran dan bagi-bagi sama kondektur. Sekarang per hari di bawah itu, kemarin (17/4/2023) cuma dapat Rp 100.000," kata Dadang.
Usai mengetem di Terminal Kampung Rambutan selama 50 menit, Dadang biasanya menuju Pasar Rebo untuk mengetem kembali.
Namun, hal itu dilakukan jika bus masih sepi penumpang, seperti yang terjadi pada Selasa kemarin.
"Pasar Rebo yang diandalkan, 15 orang hari ini masih bisa bertambah, semoga banyak," ucap Dadang.
Menurunnya jumlah penumpang membuat Dadang harus bekerja keras.
Inilah mengapa ia tetap bekerja sepanjang periode mudik Lebaran, di samping karena memang itu jadwalnya mengejar setoran.
Dengan demikian Dadang baru bisa pulang ke Sumedang usai mengendarai bus AKAP jurusan Subang-Kampung Rambutan pergi-pulang (PP) pada malam takbiran.