Tentunya, daerah tersebut sangat berbeda dengan daerah asal para perantau, salah satunya dari karakteristik warga setempat.
"Memang lebih baik punya keluarga atau teman di Jakarta, ini juga karena pendatang kan belum tau daerahnya seperti apa," ucap Sudarsono.
Nekat merantau bersama teman
Dahulu, Sudarsono tidak memiliki kemampuan apa pun. Ia nekat berangkat dari Kediri menuju Jakarta bersama teman seperjuangannya pada 1995.
Pada saat itu, hanya temannya saja yang sudah mempersiapkan diri.
Walhasil, ia bisa membuka warung tenda dan menjual nasi uduk di kawasan Jakarta Pusat.
Baca juga: Sudarsono Tak Mengira Arus Balik Lebaran Tak Macet Parah: Berkat Tol Cipali
"Saya dulu hanya bantuin aja, namanya masih nganggur belum dapat kerja. Bayarannya sesuap nasi dan tempat untuk tidur," ungkap Sudarsono.
Dari pengalamannya membantu teman berdagang nasi uduk, Sudarsono berhasil mendapat pekerjaan sebagai pelayan di sebuah restoran selama enam bulan.
Gajinya berkisar Rp 700.000-Rp 800.000 per bulan, yang mana menurut Sudarsono nominal itu termasuk besar pada tahun 1995.
Lantaran ingin mencari gaji yang lebih besar demi bisa hidup di Jakarta, Sudarsono kerap berganti-ganti pekerjaan.
Akhirnya, pada 2007, ia bekerja di sebuah perusahaan konstruksi. Hingga kini, ia masih bertahan di sana dengan gaji Rp 5 juta per bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.