JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berkata, relasi senior-junior terjadi dalam kasus Irjen Teddy Minahasa dan AKBP Dody Prawiranegara.
Teddy dan Dody merupakan terdakwa kasus peredaran narkotika jenis sabu.
"Iya memang fakta itu yang terjadi. Terkait dengan kultur yang militeristik, taat pada atasan, 'siap jenderal' itu kan masih melekat di kepolisian," kata Bambang saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/5/2023).
Bambang tak memungkiri, bahwa relasi antara senior dan junior masih melekat di tubuh Polri. Bawahan atau junior di institusi itu, ungkap dia, masih segan menolak perintah atasan.
Baca juga: Teriakan AKBP Dody yang Tak Terima Divonis 17 Tahun Penjara, Langsung Nyatakan Banding...
"Mereka lebih taat pada atasannya daripada taat peraturan sebagai amanah reformasi '98. Reformasi Polri juga itu kan harapannya membangun Polri yang profesional," ucap Bambang.
Menurutnya, kultur 'siap jenderal' masih terjadi karena beberapa hal mulai di tingkat pendidikan hingga kontrol dan pengawasan.
Bambang menyampaikan, kedekatan antara senior dengan junior juga kerap menentukan apakah seorang anggota bisa dipromosikan untuk naik jabatan.
"Karena sering kali promosi-promosi jabatan relatif hanya berdasarkan kedekatan. Kedekatan tidak melalui merit sistem yang mengedepankan kompetensi, kualitas," papar Bambang.
"Makanya dalam kesaksian Teddy Minahasa pernah juga terungkap bahwa penjualan sabu itu untuk promosi AKBP Dody. Seperti itu kan untuk membiayai," lanjutnya lagi.
Baca juga: Kasus Teddy Minahasa dan Kultur Senior-Junior di Polri yang Sulit Hilang...
Bambang mengakui, faktor relasi antara senior-junior sulit untuk dihilangkan dari tubuh Polri bila hanya dibebankan kepada Kapolri. Dia menilai perlu adanya political will atau kemauan politik dari pemerintah.
"Negara harus turun tangan untuk membenahi Polri," imbuh dia.
Dia juga berpendapat, pemerintah bisa mengambil opsi untuk merevisi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Kalau tidak ada revisi kondisinya akan seperti ini terus. Secara mendasar kan aturan yang mendasar itu apa? Undang-Undang kepolisian itu sendiri," terang Bambang.
Sebagai informasi, Teddy dan Dody saling lempar tuduhan dalam pusaran kasus narkoba yang menjerat keduanya.
Baca juga: Kompolnas: Teddy Minahasa Sangat Berbahaya, Rekayasa Pemusnahan lalu Edarkan Ulang Sabu
Teddy menyatakan tidak terlibat dalam kasus peredaran narkoba, sedangkan Dody mengaku menyisihkan barang bukti sabu untuk dijual atas perintah Teddy.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat memvonis kedunya terbukti secara sah dan menyakinkan telah melakukan tindak pidana, turut serta menawarkan untuk dijual, menjual, dan menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan narkotika jenis sabu yang beratnya lebih dari 5 kilogram.
Terdakwa melanggar Pasal 114 Ayat ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Majelis hakim memvonis Teddy dengan hukuman penjara seumur hidup. Sedangkan Dody divonis 17 tahun penjara dengan denda Rp 2 miliar.
Jaksa dalam dakwaannya menyatakan, Teddy terbukti bekerja sama dengan AKBP Dody Prawiranegara, Syamsul Maarif, dan Linda Pujiastuti (Anita) untuk menawarkan, membeli, menjual, dan menjadi perantara penyebaran narkotika.
Baca juga: Vonis Lebih Ringan bagi Anak Buah Teddy Minahasa dalam Kasus Peredaran Sabu...
Narkotika yang dijual itu merupakan hasil penyelundupan barang sitaan seberat lebih dari 5 kilogram.
Dalam persidangan terungkap bahwa Teddy meminta AKBP Dody mengambil sabu itu lalu menggantinya dengan tawas.
Awalnya, Dody sempat menolak. Namun, pada akhirnya Dody menyanggupi permintaan Teddy.
Dody kemudian memberikan sabu tersebut kepada Linda. Setelah itu, Linda menyerahkan sabu tersebut kepada Kasranto untuk kemudian dijual kepada bandar narkoba.
Total, ada 11 orang yang diduga terlibat dalam peredaran narkoba ini, termasuk Teddy Minahasa.
Sementara itu, 10 orang lainnya adalah Hendra, Aril Firmansyah, Aipda Achmad Darmawan, Mai Siska, Kompol Kasranto, Aiptu Janto Situmorang, Linda Pujiastuti, Syamsul Ma'arif, Muhamad Nasir, dan AKBP Dody Prawiranegara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.