Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hardingga Sempat Mengira Ayahnya Meninggal, Ternyata Diculik Jelang Pemilu 1997

Kompas.com - 28/05/2023, 07:49 WIB
Zintan Prihatini,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hardingga (30), masih berusia lima tahun saat ayahnya, Yani Afri, dihilangkan paksa menjelang pemilihan umum 1997. 

Selama bertahun-tahun, Hardingga sempat hidup dengan mengetahui bahwa ayahnya sudah meninggal dunia. 

Hardingga baru diberitahu tragedi yang menimpa sang ayah saat ia sudah duduk di bangku sekolah menengah pertama (SMP). 

"Ibu saya bilang 'Mama mau cerita', kata dia. 'Sebenernya Bapak belum dinyatakan meninggal'. Saya kaget selama ini keluarga, lingkungan, semua orang bilang kalau saya anak yatim," kata Hardingga, menirukan percakapan dengan ibunya, Tinah.

Baca juga: Mengenang Yani Afri, Sopir Angkot yang Dihilangkan Paksa Tiga Hari Jelang Pemilu 1997

Tinah selanjutnya membeberkan apa yang terjadi pada ayah Hardingga. 

Tiga hari menjelang pemilihan umum1997, Yani Afri, dihilangkan paksa dan dipisahkan dari keluarganya.

Penghilangan paksa terjadi ketika Yani pamit dari rumahnya untuk menuntut pergantian kepemimpinan yang kala itu dijabat Presiden Soeharto.

"Waktu itu bapak saya pamit ke ibu saya, ngomongnya mau kampanye. Sampai ayah saya pergi dari rumah, dan dengar-dengar ayah saya diculik dengan alasan katanya membuat huru-hara," papar Hardingga.

Yani yang menginjak usia 26 tahun itu diculik dengan meninggalkan tiga anak.

Usai kejadian itu, Tinah pun memutuskan untuk menarik diri dari keluarga sang suami.

Ia lalu pindah rumah dengan membawa anak-anaknya ke wilayah Tangerang, dan bekerja serabutan untuk menghidupi keluarganya setelah kepergian sang suami.

"Pada waktu itu juga orangtua saya belum menceritakan apa-apa. Cuma orangtua saya (peringatin) 'jangan main jauh-jauh ntar diculik' selalu bilang seperti itu. (Katanya) 'jangan main jauh-jauh nanti ditembak sama orang.' Saya sudah mengerti ketika sudah dewasa, orangtua saya mungkin trauma," jelas Hardingga.

Kenangan pada sosok sang ayah

Meski kehilangan Yani di usia yang sangat kecil, namun samar-samar Hardingga masih mengingat sosok ayahnya itu. 

Hardingga menyebut ayahnya gemar bermusik dan juga sangat mencintai binatang.

"Yang saya ingat bapak saya orang yang suka main musik, suka main gitar, dan suka hewan. Makanya di rumah dulu enggak heran suka bawa monyet, bawa anjing karena memang bapak saya suka melihara hewan," ujar Hardingga saat ditemui Kompas.com di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (24/5/2023).

Baca juga: Detik-Detik Sopir Angkot Yani Afri Diculik Pada 1997, Awalnya Pamit Ingin Kampanye PDI

Di mata Hardingga, Yani sangat bertanggung jawab kepada keluarga.

Yani menghidupi keluarganya dengan bekerja sebagai sopir angkutan kota (angkot) jurusan Tanjung Priok-Cakung Cilincing atau Tanjung Priok-Senen.

Biasanya, Yani mulai mencari penumpang mulai pukul 21.00 WIB, dan pulang di pagi hari. Menurut Hardingga, ayahnya selalu memberikan uang hasil jerih payahnya kepada neneknya.

"Saya ingat ayah saya setiap kali pulang narik (angkot) selalu ngasih uang untuk nenek saya. Meskipun ayah saya udah berkeluarga, tapi selalu menyisihkan uang untuk nenek saya," tutur dia.

Di antara adik dan kakaknya, Yani dianggap paling perhatian dengan keluarga besarnya. Oleh sebab itu, Yani juga menjadi anak kesayangan di keluarganya tersebut.

"Kebetulan bapak saya bukan orang yang bergerak di bidang politik, bukan aktivis, bukan mahasiswa dan lain-lain. Bapak saya cuman seorang sopir angkot, simpatisan PDI pada waktu itu," kata dia.

Tak pernah pulang

Hardingga menyampaikan, neneknya yakni Tuti Koto berupaya untuk terus mencari keberadaan Yani.

Di tengah kekalutan, Tuti mencari keberadaan Yani ke sana kemari. Tuti sempat bertanya kepada sejumlah pihak termasuk ke kantor polisi hingga Kodim TNI.

"Suasananya jelas mencekam. Sebenarnya kami belum dapat kabar, kami dapat kabar kalau ayah saya benar-benar diculik itu dari mami, dari nenek saya," ucap Hardingga.

Tuti kemudian mengadukan kasus penghilangan paksa Yani ke lembaga bantuan hukum. Tak sampai di situ, ia juga menemui aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib.

Hardingga sendiri tak ingin menyebut ayahnya sebagai aktivis ataupun orang poitik. Dia berujar, Yani saat itu hanya menginginkan "perubahan."

"Ayah saya itu memang simpatisan PDI, yang jelas pengin ada perubahan dan ganti presiden yang pada saat itu presidennya masih Soeharto," imbuh dia.

Baca juga: Paian Tak Lelah Ceritakan Kisah Ucok yang Diculik pada Rezim Soeharto

Mulanya, pihak keluarga menduga sosok yang menculik Yani ialah tim penembakan misterius atau Petrus. Sebab, pada waktu itu Petrus masih merajalela.

Namun, setelah menelusuri kesana kemari, keluarga berkesimpulan pelaku penculikan adalah Tim Mawar dari Komando Pasukan Khusus (Kopasssus) TNI AD.

"Pada waktu itu karena nenek saya, memang menelusuri semuanya, sampai akhirnya nenek saya sepakat kalau ayah saya memang hilang bersama Tim Mawar," katanya lagi.

Menurut Hardingga, Tuti juga konsisten memperjuangkan keadilan bersama Lembaga Kontras (komisi untuk orang hilang dan korban tindak kekerasan).

Setelah Tuti meninggal di tahun 2012, Hardingga lantas melanjutkan perjuangannya untuk menemukan Yani Afri.

"Saya perlu ada kejelasan dari pemerintah, kalau memang bapak saya masih ada ya di mana penjaranya. Kalau memang sudah meninggal ya kasih tahu di mana kuburannya," ungkap Hardingga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Megapolitan
Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Megapolitan
Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Megapolitan
Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Megapolitan
Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com