JAKARTA, KOMPAS.com - Budi (bukan nama sebenarnya), mengadu nasib ke Ibu Kota Jakarta dengan bermodal keinginan untuk bisa mengumpulkan pundi-pundi rupiah.
Selama empat tahun ke belakang, pria berusia 28 tahun itu bertahan di bawah kehidupan jalanan, tepatnya di bawah kolong Jalan Tol Cawang-Tomang-Pluit Kilometer 17, Jelambar Baru, Jakarta Barat.
Selama bertahun-tahun, Budi melakukan aktivitas sehari-hari di bawah kolong jalan tol bersama puluhan warga lainnya. Sehari-hari, Budi mengais rezeki dengan berjualan kopi di pinggir jalan.
"Saya di situ sudah ada empat tahun. Iya, karena saya udah enggak kuat biaya, kan mengontrak mahal," kata Budi saat ditemui Kompas.com di lokasi, Senin (19/6/2023).
Baca juga: Potret Kampung di Kolong Tol Angke, Tempat Hidup Pendatang di Ibu Kota...
Tak banyak yang diceritakan Budi soal permukiman di kawasan tersebut. Sepengetahuannya, kebanyakan warga adalah pendatang dari beberapa daerah.
"Walaupun ada pendatang, orang di situ memang baik, kan enggak jadi masalah," imbuh dia.
Sementara itu, Budi mengakui, sejak perkampungan yang akrab disebut "kolong" itu terekspos, warga kini bungkam.
Pasalnya, tanah yang mereka tempati merupakan lahan milik PT Jasa Marga. Warga mengkhawatirkan nasib mereka bila tak lagi diperbolehkan tinggal di sana.
"Sekarang orang lain aja enggak bisa masuk. Jadi sebagian orang ini enggak ngebolehin," jelas Budi.
Baca juga: Potret Sesaknya Permukiman Kolong Jalan Tol Angke 2 Jelambar: Akses Sulit dan Ruang Gerak Terbatas
Budi menyebutkan, sesungguhnya mereka telah ditawari untuk menempati rumah susun sederhana sewa (rusunawa) di Marunda, Jakarta Utara dan kawasan Kapuk, Jakarta Barat.
Sebagian warga lantas pindah ke rusunawa tersebut. Namun, setelah tiga bulan dibebani biaya sewa untuk menempati rusunawa, mereka memilih angkat kaki dari sana.
"Ada dulu pernah ditawari tinggal di rumah susun di Kapuk sama di Marunda. Sekarang, aktivitasnya apa?" jelas Budi.
"Udah gitu berjalan awal doang, sebulan-tiga bulan bayar listrik. Sekarang tinggal di situ akhirnya mereka ini pada pulang, enggak kuat (membayar)," lanjut dia.
Menurut Budi, kebanyakan warga kolong buta huruf. Beberapa dari mereka bahkan tak memiliki kartu tanda penduduk (KTP).
"Karena dia warga pendatang ya, dari Surabaya, dari manalah, jadi kemarin juga waktu mau dapat rumah susun percuma, data doang hasilnya enggak ada. Percuma, enggak ada identitas," ungkap dia.