JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berencana membangun dua refuse derived fuel (RDF) plant selain di TPST Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat.
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan, RDF plant itu rencananya dibangun di daerah Rorotan, Jakarta Utara; dan Pegadungan, Jakarta Barat.
Bersamaan dengan itu, Heru juga menegaskan, Pemprov DKI Jakarta menyetop pembangunan proyek intermediate treatment facility (ITF) Sunter, Jakarta Utara.
Proyek pengolahan sampah menjadi tenaga listrik itu tidak dilanjutkan karena nilai investasi dan biaya operasionalnya terlalu besar.
Baca juga: Dana Proyek ITF Bakal Dialihkan ke Program Jaminan Sosial hingga Transportasi
Terkini, Pemprov DKI Jakarta memilih fokus mengembangkan RDF plant yang salah satunya sudah beroperasi di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi.
RDF merupakan bahan bakar alternatif hasil pemilahan sampah padat perkotaan yang mudah dan tidak mudah terbakar.
Heru berujar, kehadiran fasilitas landfill mining (tambang sampah) dan pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif (RDF) plant menjadi solusi untuk menanggulangi tumpukan sampah yang terus menggunung di TPST Bantargebang.
Dengan adanya fasilitas ini, sebanyak 2.000 ton sampah dapat diolah menjadi 700 ton RDF per hari yang dapat digunakan sebagai pengganti batu bara yang masih menjadi bahan bakar utama dalam produksi semen.
Pada tahap awal, sampah yang sudah diolah menjadi RDF tersebut akan digunakan untuk bahan bakar di dua pabrik semen, yaitu PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk di Citeureup dan PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) Tbk di Narogong, Jawa Barat.
Selain untuk mengurangi tumpukan sampah, fasilitas ini juga memberi peluang bagi Pemprov DKI Jakarta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).
Berdasarkan skema kerja sama yang disepakati, harga jual terendah RDF yang ditetapkan sebesar 24 dollar AS per ton atau sekitar Rp 360.624.
Angka ini mengacu pada nilai tukar berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate BI per Senin (26/6/2023). Namun, harga ini juga berfluktuasi, mengikuti kualitas RDF yang diproduksi dari TPST Bantargebang.
Dengan adanya skema ini, Pemprov DKI Jakarta tidak lagi harus mengeluarkan tipping fee atau mengeluarkan biaya untuk membayar pihak pengolah sampah. Anggaran tipping fee akan difokuskan untuk mengembangkan fasilitas RDF.
”Sekarang Jakarta mendapatkan pendapatan tambahan, tidak lagi mengeluarkan biaya. Pendapatan ini bisa digunakan untuk merawat fasilitas ini," ungkap Heru dilansir dari Kompas.id, Rabu (27/6/2023).
Baca juga: Pemprov DKI Mulai Jual RDF Bantargebang, Dibanderol Rp 360.000 Per Ton
Kepala Divisi PengendalianPencemaran dan Kerusakan Lingkungan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Fajri Fadhillah menilai RDF plant bukan solusi yang tepat untuk mengatasi sampah di Jakarta.
"Secara prinsip keduanya menggunakan cara yang serupa, yakni pembakaran. Potensi dampak signifikan dari emisinya tidak bisa diremehkan," ucap Fajri kepada Kompas.com, Selasa.
Menurut Fajri, pembangunan ITF dengan teknologi pembakaran seperti insinerator atau refuse derived fuel (RDF) hanya akan berdampak negatif pada lingkungan dan sosial yang signifikan.
"Pada akhirnya kita hanya terus-terusan bakar sampah. Apalagi Jakarta sendiri sudah hadapi masalah akut soal pencemaran udara," ungkap Fajri
Baca juga: Disetop, Proyek ITF Sunter Dinilai Hanya Memindahkan Masalah Sampah Jadi Pencemaran Udara
Beralihnya fokus Pemprov DKI Jakarta dari ITF dengan teknologi insinerator kepada pembangunan RDF, kata Fajri, hanya seperti perpindahan dari satu teknologi yang bermasalah ke teknologi bermasalah lainnya.
Fajri menjelaskan, sumber daya uang publik sebesar itu lebih tepat digunakan untuk upaya pengurangan sampah sejak dari sumbernya, salah satunya dari rumah tangga.
Selain itu, sampah dari sektor produksi juga harus dikendalikan lantaran produsen bisa ambil keputusan desain produk yang menimbulkan banyak sampah seperti plastik sekali pakai.
"Menurut saya lebih mendesak untuk Pemprov DKI Jakarta memperbaiki kinerja kewajiban pengurangan sampah di level rumah tangga dan produsen," kata dia.
(Penulis : Larissa Huda, Tria Sutrisna, Raynard Kristian Bonanio Pardede (Kompas.id) | Editor : Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.