JAKARTA, KOMPAS.com - Daftar korban penipuan bermodus menyukai (like) ataupun mengikuti (follow/subscribe) akun tertentu bertambah.
Kali ini, seseorang berinisial A (28) juga jadi korban dengan kerugian hingga Rp 44 juta. Sebelumnya, korban benisial COD (24) dan enam warga Depok juga melaporkan kasus serupa.
Adapun COD mengalami kerugian mencapai Rp 48 juta. Korban lain berinisial SNA (24) juga tertipu hingga jutaan rupiah setelah tergiur dengan pekerjaan like dan subcribe akun tertentu.
Pola yang sama ternyata juga dialami oleh A. Kepada A, pelaku menawarkan kerja paruh waktu atau freelance dengan keuntungan besar.
Baca juga: Kejamnya Modus Penipuan Like and Subscribe, Pahami Polanya agar Tak Jadi Korban
Cara penipuan modus like dan subscribe untuk menjaring satu korban ini nyaris sama pada korban lainnya.
Para korban akan diminta mengerjakan tugas sesuai arahan pelaku, dengan catatan harus mengeluarkan sejumlah uang jika ingin mendapatkan keuntungan lebih.
A mengaku pertama kali diminta menyetor uang Rp 100.000 sebelum menjalankan misi. Tak lama kemudian, uangnya kembali dan jumlahnya bertambah.
Setelah itu, nominal uang yang harus disetorkan A terus bertambah setiap kali akan menjalankan misi selanjutnya.
Baca juga: Cerita Korban Penipuan Like dan Subscribe, Masuk Grup Diduga Beranggotakan Sindikat
Iming-iming si pelaku, semakin besar A menyetor uang, maka keuntungan yang didapat semakin berlimpah. Namun, semua itu hanyalah akal bulus pelaku. Uang A tak pernah kembali.
Cara penipu menjerat korban itu juga dialami COD. Korban ditawari upah sebesar Rp 500.000 sampai dengan Rp 1,4 juta per harinya.
Pelaku meminta COD untuk membayar deposit dengan angka yang bertambah, bahkan hingga Rp 44 juta. Lama-lama kelamaan, COD merasa tidak sanggup membayar deposit.
Ia pun menaruh curiga saat pelaku menolak memberikan komisi yang dijanjikan. Pelaku meminta korban harus membayar pajak OJK sebesar Rp 44 juta. Hal itu agar uang komisi bisa dicairkan.
Baca juga: Cerita Korban Penipuan Like dan Subscribe, sampai Berutang dan Rugi Rp 44 Juta
Hal sama juga dialami enam korban di Depok. Korban masih terus mendapatkan komisi hingga menyelesaikan tugas kedelapan dengan nilai deposit yang terus bertambah.
Rupanya, uang yang sudah dikeluarkan korban hingga kini masih ditahan pelaku.
Pakar keamanan siber dan forensik digital dari Vaksincom Alfons Tanujaya menjelaskan, taktik dasar yang digunakan pelaku mirip dengan skema ponzi robot trading.
Pada awalnya korban akan dibuai dengan penghasilan sesuai dengan yang dijanjikan. Setelah terlena, korban akan ditawari kesempatan untuk mendapatkan hasil lebih besar lagi.
Tetapi kali ini tidak gratis. Korban harus menginvestasikan uangnya guna mendapatkan imbal hasil yang dijanjikan dan ia tetap harus melakukan pekerjaannya.
"Berikan ikan kecil untuk memancing ikan besar, kira-kira seperti inilah teknik yang digunakan untuk mengelabui korban," ujar Alfons dalam penjelasannya kepada Kompas.com, dikutip Jumat (23/6/2023).
Supaya korbannya lebih percaya lagi kepada metode ini,kata dia, maka pelaku akan dimasukkan ke dalam satu grup Telegram bersama dengan member lain yang terlihat bersemangat.
Dalam hal ini, kata Alfons, pelaku memanfaatkan kelemahan psikologis anak muda zaman sekarang yang dikenal dengan Fear of Missing out atau ketakutan untuk tertinggal dari tren terkini.
Baca juga: Jahatnya Penipuan Like and Subscribe: Manipulasi Korban Hingga Merugi Ratusan Juta
"Dimana member lain terlihat sangat aktif melakukan transaksi dan mendapatkan uang sehingga korban akan terbawa dan ikut mengambil paket yang ditawarkan," ujar Alfons.
Saat melakukan investasi, korban seolah akan mendapatkan konsol yang keren dan sangat mirip dengan investasi saham atau keuangan yang sebenarnya konsol abal-abal.
Ketika korban menyetorkan uang dalam jumlah besar, maka uang setoran itu akan ditahan dengan berbagai alasan. Bahkan, digunakan sebagai senjata agar korban setor uang lagi.
"Pada titik tersebut adalah saat penipu memanen hasil kerja kerasnya sudah jelas uang korban akan hilang dan tidak mungkin kembali lagi," kata dia.
Setelah itu, kata Alfons, grup Telegram akan ditutup dan penipu akan menghilang. Tinggal korban yang terkejut kembali ke dunia nyata dan menyadari kalau dirinya sudah menjadi korban penipuan.
(Penulis : M Chaerul Halim, Rizky Syahrial | Editor : Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Jessi Carina, Nursita Sari)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.