JAKARTA, KOMPAS.com - Nasib nahas menimpa seorang pengendara sepeda motor bernama Vadim (38) di wilayah Palmerah, Jakarta Barat, pada Jumat (28/7/2023).
Petaka berujung maut itu terjadi di Jalan Brigjen Katamso No.22 RT 3 RW 3, Kota Bambu Selatan, Palmerah, Jakarta Barat, sekitar 200 meter dari gudang PT Djarum.
Pengendara ojek online (ojol) harus tewas bukan karena kelalaiannya. Sebagai pengguna jalan, ia hanya bisa menghindar saat melihat ada kabel yang melintang malam itu.
Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Beri Waktu Satu Bulan kepada Provider untuk Benahi Kabel yang Semrawut
Usahanya menghindari marabahaya dari kabel melintang di jalan sia-sia. Ia justru terperosok ke dalam bahaya lain. Vadim jatuh ke kiri dan masuk ke trotoar.
Korban mengalami luka di bagian kepala. Vadim sempat dilarikan ke Rumah Sakit Pelni, namun nyawanya tak tertolong. Ia mengembuskan napas terakhirnya pada Selasa (1/8/2023).
Kabel melintang di Jalan Pangeran Antasari, Cilandak, Jakarta Selatan, juga mencelakakan seorang mahasiswa bernama Sultan Rif'at Alfatih, pada 5 Januari 2023.
Waktu itu ada bagian kabel yang terseret sebuah mobil. Namun, kabel itu tidak putus dan berbalik arah hingga mengenai leher Sultan. Pemuda itu pun lantas tersabet kabel optik tadi.
Baca juga: Kabel Putus Menggelantung di Pedestrian Jalan Kebon Sirih, Pejalan Kaki Khawatir Tersengat Listrik
Kecelakaan terjadi akibat leher Sultan terjerat kabel yang melintang. Kini Sultan kesulitan untuk berkomunikasi. Bahkan, ia tidak bisa berbicara selama hampir tujuh bulan ini.
Penertiban kabel-kabel itu sebetulnya sudah pernah diwacanakan sejak era Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso lewat Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Jaringan Utilitas (Perda No 8 Tahun 1999).
Kebijakan ini terus berlanjut hingga gubernur terakhir, yaitu Anies Baswedan lewat Peraturan Gubernur DKI Nomor 106 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Infrastruktur Jaringan Utilitas.
Sayangnya, perkara soal kabel semrawut ini ternyata masih berlanjut hingga kepemimpinan Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Baca juga: Kabel Semrawut Lagi-lagi Makan Korban, Wake Up Call untuk Diselesaikan
Melihat situasi ini, pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, menilai hal itu terjadi akibat keinginan politik (political will) dan aksi politik (political action) yang lemah dari Pemprov DKI.
"Dan itu dari tahun ke tahun tidak ada perubahan. Menurut saya itu jadi masalah karena adanya unsur kesengajaan dan pengabaiannya yang tinggi," ucap Trubus kepada Kompas.com, pekan lalu.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi berujar, kasus kabel yang menjuntai itu merupakan kelalaian dan keteledoran pihak operator atau mitra kerjanya/kontraktor.
Hal ini dipicu oleh pengawasan yang lemah oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terhadap mitra kerjasamanya dan kontraktor.