JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang kuli bangunan bernanam Supriyadi (49) mengungkapkan alasannya memilih Jakarta sebagai tempat perantauannya.
Menurut Supriyadi, Jakarta merupakan wilayah yang bisa membuat orang miskin bisa memiliki uang walaupun tidak seberapa.
"Kalau di rumah (Wonosobo), sama saja jadi kuli, ya lumayan berat. Tapi, seberat-beratnya kerja di kampung, lebih ringan di Ibu Kota," ungkap Supriyadi saat ditemui Kompas.com di kawasan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (8/9/2023).
Baca juga: “Culture Shock” Perantau di Jakarta, Kaget Lihat Orang Makan Mi Ayam Pukul 06.00 Pagi
"Ibaratnya, apa pun bisa laku, bisa dijual, asal ada kemauan. Kalau di kampung, enggak bisa. Kalau di sini (Ibu Kota), barang bekas pun bisa jadi duit," lanjut dia.
Untuk diketahui, Supriyadi pertama kali merantau ke Ibu Kota pada 1988, sewaktu usianya masih 13 tahun.
Berbagai sudut Jakarta dan wilayah penyangga, Bekasi, sudah pernah disinggahi.
Namun, dia baru tinggal di Sunter pada 2000 dan resmi berstatus warga DKI Jakarta pada 2008.
"Ya contoh kayak gini, barang kayak begini kan bekas, kita kumpulkan, sampah proyek atau apa gitu. Di saat lagi enggak ada pekerjaan kuli bangunan, ya kayak begini, buat kesibukan di rumah," imbuh Supriyadi.
Baca juga: Merantau Itu bagai Anak Baru Masuk Sekolah, Harus Adaptasi untuk Naik Kelas
Pahit manisnya Ibu Kota juga pernah dia rasakan. Titik terendahnya saat Supriyadi harus menahan lapar saat dia tidak memiliki pekerjaan.
Dia berjalan kaki ke Pulogadung untuk mencari pekerjaan. Beruntung, sesekali ada yang menumpanginya.
Setiba di kawasan Pekayon, Bekasi, dia dihampiri oleh pedagang Soto Betawi lalu ditanya kenapa wajahnya sangat pucat.
"Ditanya, 'sudah makan belum? Sudah minum belum? Sudah merokok belum?', saya jawab belum. Tapi katanya, 'kalau gitu sama, saya juga belum'. Tapi akhirnya sama dia disuruh bantuin kerja," ungkap Supriyadi.
Saat ditanya apakah dia pernah sampai tidur di jalan lantaran tidak memiliki tempat tinggal, Supriyadi mengatakan hal tersebut sudah menjadi kebiasaannya sehari-hari.
Baca juga: Belasan Tahun Merantau di Jakarta, Pria Asal Kebumen Ini Pelajari Banyak Keterampilan Baru
Ketika tidak memiliki pekerjaan, otomatis Supriyadi tidak mempunyai tempat tinggal.
Mushala dan jalanan menjadi tempat singgah sementara untuk bermalam.
"Kalau untuk mengontrak, ya enggak cukup. Dulu, waktu 1994, itu masih Rp 6.000 buat ngontrak. (Dari gaji) enggak cukup. Buat makan saja enggak cukup. Jadi, ya apa adanya saja, disyukuri," tuturnya.
Pengalamannya di Ibu Kota belasan tahun lalu itu menjadi memori yang selalu dikenang.
Supriyadi sudah hidup bahagia bersama keluarganya di sebuah rumah wilayah Sunter Jaya.
Meski pekerjaan kuli bangunan terkadang sepi pelanggan, dia tetap mensyukuri apa yang telah diberikan Tuhan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.