JAKARTA, KOMPAS.com - Shopping center, mal, atau pusat perbelanjaan menjadi salah satu daya tarik Ibu Kota Jakarta sejak lama.
Dalam beberapa dekade belakangan, beragam pusat perbelanjaan yang menawarkan kebutuhan premier hingga tersier berjamuran di Jakarta.
Beberapa di antaranya tumbuh menjadi raksasa di bidangnya, seperti Pasar Tanah Abang sebagai pusat tekstil terbesar se-Asia Tenggara dan Glodok City sebagai pusat perdagangan barang elektronik.
Kejayaan tersebut ternyata tidaklah abadi. Sejak awal 2020, bisnis pusat perdagangan terbentur pandemi Covid-19.
Situasi ini kemudian berlanjut dengan kehadiran platform online yang memudahkan warga untuk berbelanja tanpa harus datang secara langsung ke mal.
Di samping itu, harga barang yang ditawarkan melalui platform-platform online tersebut juga relatif lebih murah ketimbang barang yang dijual secara offline di mal.
‘Migrasi jual-beli’ massal pun terjadi. Akibatnya, pusat-pusat perdagangan yang dulu berjaya kini sunyi sepi bak kuburan.
Baca juga: Begini Wajah Tanah Abang yang Sepi Pembeli, Banyak Usaha Gulung Tikar dan Berhenti Beroperasi
Di pusat grosir Tanah Abang, Jakarta Pusat, banyak pertokoan yang tutup imbas dari pandemi dan maraknya online shopping.
Adalah pemandangan yang biasa kini ketika ada beberapa toko baju bergandengan dengan toko lainnya yang tak beroperasi.
Pedagang bernama Anton mengaku bahwa bisnis di sana tersaingi oleh penjualan tekstil melalui media sosial, seperti TikTok Shop, yang membanderol barang dengan harga sangat murah.
Anton mencontohkan, dirinya menjual satu gamis seharga Rp 100.000, sementara di TikTok Shop ada yang menjual Rp 39.000.
"Bingung lah kenapa bisa murah sekali harganya, padahal bahan yang dipakai sama. Kalau kami bikin sendiri juga tidak masuk harganya, kenapa di online bisa Rp 39.0000. Itu tak masuk di akal," ungkap dia.
Omzet Anton pun menurun drastis dari biasanya Rp 20 juta per hari menjadi hanya Rp 2 juta saja.
Sepinya pengunjung terasa di hampir semua blok di Pasar Tanah Abang, tak terkecuali Blok G.
Saat Kompas.com mengunjungi Blok G pada Jumat (22/9/2023) kemarin, sebagian besar toko di sana sudah tutup.
Hanya ada beberapa lampu yang dinyalakan sehingga Blok G tak tampak seperti pasar yang seharusnya dipenuhi pedagang dan pembeli.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Glodok City, Jakarta Barat, merupakan salah satu pusat elektronik terbesar di Jakarta.
Orang yang berbelanja ke sana bukan hanya warga Jakarta, melainkan penduduk di kota-kota di sekitarnya.
Sempat berjaya pada masanya, pusat perbelanjaan yang dibangun di tahun 1980-an ini perlahan memudar eksistensinya.
Banyak kios terpaksa tutup setelah pandemi menghantui. Kini, hanya ada beberapa toko yang masih mencoba bertahan. Beberapa kios bahkan bertuliskan “dijual” atau “disewakan”.
Pedagang bernama Wahyu (29) mengaku sedih lantaran pendapatannya yang semakin menurun karena sepi pelanggan.
"Apalagi sejak awal Covid-19 sampai sekarang. Mungkin pembeli saya bisa dihitung pakai jari dalam satu minggu," ujar Wahyu, pada Sabtu (24/9/2022).
Baca juga: Nasib Mal Blok M dan Ratu Plaza Jakarta yang Semakin Ditinggalkan Pengunjung..
Hal yang sama juga dirasakan Ratu Plaza, Jakarta Pusat, salah satu pusat perdagangan elektronik yang sempat hype di era 1990-an.
Dibuka pada tahun 1974, mal yang terletak di kawasan strategis di Jalan Jenderal Sudirman, Gelora, Tanah Abang, ini menjadi pusat perbelanjaan modern kedua di Jakarta setelah Mal Sarinah.
Namun, ketika disambangi akhir tahun lalu, kios yang masih beroperasi jumlahnya kalah banyak dengan kios yang sudah tutup.
Aktivitas jual beli hanya tampak di lantai dasar. Sementara itu, lantai 3 dan lantai 5 tampak kosong melompong. Tidak ada toko yang beroperasi di sana.
Pengunjung mal itu pun sangat sedikit, bahkan bisa dihitung jari. Para penjual di sana mengaku masih bertahan lantaran sudah memiliki pelanggan tetap.
Tak jauh berbeda dengan pusat perbelanjaan di atas, Mal Blok M juga semakin ditinggalkan.
Per Juli 2023 lalu, hanya ada empat usaha yang masih setia beroperasi, salah satunya adalah Apotek Saudara.
Desi (35), karyawan di apotek itu mengatakan bahwa masih cukup banyak pelanggan yang datang ke sana membeli obat.
“Masih bertahan ya karena masih banyak pelanggan tetap yang dari dulu-dulu datang ke sini. Bahkan yang langganan itu kadang-kadang suka nge-WA, 'obat ini ada nggak?'," ujar dia saat berbincang dengan Kompas.com di lokasi, Minggu (9/7/2023).
Desi juga membagikan memori masa kejayaan dulu, saat Mal Blok M masih jadi pusat mode yang ramai dikunjungi.
"Dulu mah berderet-deret kustomer mengantre, sekarang mah sepi. Magrib tuh udah banyak yang antre, itu 2015 masih ramai," kata Desi.
Adapun kondisi mal mulai terasa sepi sejak gerai Ramayana Robinson yang ada di mal ini tutup.
Kemudian perlahan gerai-gerai besar seperti KFC dan Johnny Andrean pun ikut hengkang dari mal tersebut.
(Kompas.com : Muhammad Isa Bustomi, Annisa Ramadani Siregar, Wasti Samaria Simangunsong / Tribuntangerang.com: Leonardus Wical Zelena Arga, Jessi Carina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.