Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lebih dari 50 Tahun Jadi Tukang Patri, Kini Hamid Sepi Pelanggan dan Berharap Sedekah

Kompas.com - 09/10/2023, 07:03 WIB
Baharudin Al Farisi,
Irfan Maullana

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Beberapa waktu belakangan Hamid (78) tak lagi sibuk dengan perkakas andalannya untuk menambal alat dapur.

Pria yang bekerja sebagai tukang patri itu mengaku tak bisa berharap banyak pada profesi yang sudah dia geluti selama lebih dari 50 tahun itu.

Hamid tak memungkiri bahwa penyedia jasa tambal panci dan wajan mulai dilupakan.

Jumlah pelanggannya terus berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali dalam waktu tertentu.

Entah apa yang membuat emak-emak tak pernah lagi terlihat datang membawa perabot dapur untuk diperbaiki.

Baca juga: Kisah Hamid, Lebih dari 50 Tahun Geluti Profesi Tukang Patri di Jakarta

Dari kacamata Hamid, peralihan bahan perabot dari baja menjadi plastik bisa jadi penyebabnya.

"Iya (sulit dapat pelanggan), sekarang serba plastik, rantang yang plastik, baskom plastik," kata Hamid saat berbincang dengan Kompas.com di Jalan Ampera Raya, Cilandak Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2023).

Meski begitu, Hamid tidak punya alasan kuat mengapa dia memilih bertahan menjadi tukang patri di tengah zaman serba maju.

Sebelum Kompas.com menghampirinya, dia terlihat sedang menundukkan kepala untuk melindungi wajahnya dari terik matahari.

Selang beberapa lama, Hamid tampak mengambil ranting yang jatuh dari pohon untuk bahan bakar mematri.

Baca juga: Sepi Pelanggan, Hamid Tukang Patri Kini Andalkan Belas Kasih Orang demi Bayar Kontrakan

"Kalau ada yang patri ya kerja, kalau enggak ada yang tambal, ya begini, nongkrong. Habis mau bagaimana? enggak ada pekerjaan," ujar Hamid.

Sudah satu minggu terakhir, Hamid mengaku tidak ada yang menggunakan jasanya. Namun, banyak orang baik yang melintas di Jalan Ampera Raya.

Dia tidak menampik bahwa Hamid yang sudah menggeluti profesi tukang patri selama lebih dari 50 tahun tersebut kini hanya mengandalkan belas kasih orang lain.

Terkadang, kata Hamid, ada yang memberikan makanan hingga uang senilai Rp 50.000 atau Rp 100.000. Menurut dia, rezeki tersebut sudah lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

"Rezekinya ada saja yang dikasih sama Allah," ucap Hamid sambil tersenyum.

Baca juga: Kisah Perantau dari Pelosok Riau ke Jakarta: Banyak yang Bilang, Hidup di Jakarta Itu Keras

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Menyusuri Jalan yang Dilalui Para Korban Tragedi 12 Mei 1998...

Megapolitan
Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Sosok Dimas Aditya Korban Kecelakaan Bus Ciater Dikenal Tak Mudah Marah

Megapolitan
Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Dua Truk TNI Disebut Menerobos CFD Jakarta, Ini Klarifikasi Kapendam Jaya

Megapolitan
Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Diiringi Isak Tangis, 6 Korban Kecelakaan Bus Ciater Dimakamkan di TPU Parung Bingung

Megapolitan
Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Titik Terang Kasus Mayat Terbungkus Sarung di Pamulang: Terduga Pelaku Ditangkap, Identitas Korban Diketahui

Megapolitan
3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

3 Pelajar SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus Dishalatkan di Musala Al Kautsar Depok

Megapolitan
Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Isak Tangis Iringi Kedatangan 3 Jenazah Korban Kecelakaan Bus Ciater: Enggak Nyangka, Pulang-pulang Meninggal...

Megapolitan
Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Terduga Pembunuh Pria Dalam Sarung di Pamulang Ditangkap

Megapolitan
Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Pemprov DKI Lepas Ratusan Jemaah Haji Kloter Pertama Asal Jakarta

Megapolitan
Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Pesan Terakhir Guru SMK Lingga Kencana Korban Kecelakaan Bus di Ciater Subang

Megapolitan
Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Gratis Untuk Anak Pejuang Kanker, Begini Syarat Menginap di 'Rumah Anyo'

Megapolitan
Gelar 'Napak Reformasi', Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Gelar "Napak Reformasi", Komnas Perempuan Ajak Masyarakat Mengingat Tragedi 12 Mei 1998

Megapolitan
Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Jatuh Bangun Pinta Mendirikan 'Rumah Anyo' Demi Selamatkan Para Anak Pejuang Kanker

Megapolitan
Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Saat Epy Kusnandar Ditangkap karena Narkoba, Diam Seribu Bahasa

Megapolitan
Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Misteri Mayat Pria Terbungkus Sarung di Pamulang, Diduga Dibunuh Lalu Dibuang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com