JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kini melindungi delapan korban dan empat saksi dalam kasus dugaan pelecehan kontestan Miss Universe Indonesia 2023.
"Ada delapan saksi korban dan empat saksi (yang dilindungi)," ujar Wakil Ketua LPSK Livia Istania Dea Flavia Iskandar saat dihubungi, Senin (16/10/2023).
Ia mengatakan, korban akan diberikan penguatan psikologis selama dilindungi oleh LPSK.
Hal itu bertujuan agar para korban bisa memberikan keterangan secara lugas saat persidangan.
Baca juga: LPSK Sebut Keterangan Eks CEO Miss Universe Indonesia Bisa Ungkap Pelecehan Seksual Finalis
"Untuk korban ada penguatan psikologis ya, ada yang kami sebut rehabilitasi psikologis, jadi proses penguatan psikologis," kata Livia.
"Sehingga nanti dapat memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses persidangan itu dengan baik," tambah dia.
Perlindungan itu akan berjalan selama enam bulan ke depan. Namun menurut Livia, perlindungan itu bisa diperpanjang.
Namun, apabila korban dalam penguatan psikologis belum pulih, LPSK akan memberikan fee atau bayaran kepada korban.
"Kalaupun proses hukumnya sudah pemeriksaan saksi setelah enam bulan tetapi ada permohonan untuk melanjutkan rehabilitasi psikologisnya, misalnya ada dari psikolognya mengatakan perlu untuk diberikan intervensi psikologis karena belum pulih, itu dapat fee," ungkap dia.
Baca juga: LPSK Beri Perlindungan ke Eks CEO Miss Universe Indonesia atas Kasus Pelecehan Seksual Finalis
Sebelumnya, eks Chief Operating Office (COO) Andaria Sarah Dewia meminta kepada polisi untuk menetapkan eks CEO Miss Universe Indonesia menjadi tersangka kasus dugaan pelecehan para kontestan.
Kuasa hukum Sarah, David Pohan mengatakan, kliennya merasa keberatan dengan status tersangka dalam dugaan pelecehan kontestan Miss Universe Indonesia.
"Kalau harapan kami, klien kami tidak bisa ditetapkan sebagai tersangka. Yang bertanggung jawab ini adalah CEO," ucap David kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (12/10/2023).
"Karena para CEO kan juga ada kontrak, ada kerjasama dengan pihak MUID bahwa di situ dia yang bertanggung jawab," jelas dia.
Menurut David, proses body cheking terhadap para kontestan tidak diinisiasikan oleh kliennya.
Menurutnya, perintah body checking itu berasal dari salah satu CEO berinisial EW
"Tidak ada itu inisiatif dari klien kami. Itu merupakan perintah, dan juga pada saat memerintahkan, CEO itu bilang 'tolong ya lampirkan buktinya'," terang David.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.