JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kematian pengusaha travel, Hamka (50), dan anak bungsunya, AQ (10 bulan), menjadi buah bibir sejak ditemukan tewas membusuk, Sabtu (28/10/2023).
Penemuan jasad mereka bermula saat warga mencium aroma tak sedap yang berasal dari rumah Hamka, Jalan Balai Rakyat V, Tugu Selatan, Koja, Jakarta Utara.
Warga setempat terkejut karena dari rumah tersebut juga ditemukan istri Hamka, NP (30) dan anak sulungnya, AD (3), dengan kondisi lemas.
Sejauh ini, berdasarkan hasil otopsi, Hamka sudah meninggal dunia selama 10 hari sebelum akhirnya membusuk di rumahnya.
Baca juga: Biarkan Jasad Hamka Membusuk, Istri Diduga Tak Punya Social Skill untuk Minta Tolong
Sementara itu, masih berdasarkan hasil otopsi, AQ sudah meninggal dunia selama 3 hari sebelum akhirnya ditemukan tak bernyawa.
Polisi telah mengumumkan bahwa tidak menemukan luka terbuka atau sayatan pada tubuh Hamka. Namun, polisi menemukan darah di sekitar jasad Hamka.
Menurut hasil pemeriksaan pada ponsel Hamka, ditemukan percakapan mendiang dengan keluarganya bahwa Hamka mengeluh sakit tenggorokan.
Sementara itu, polisi menemukan luka lebam di kening AQ. Di sisi lain, polisi menemukan beberapa bercak darah yang menempel pada tubuh NP.
Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala mengatakan, kasus penemuan jasad Hamka dan AQ mempunyai pola yang sama dengan kasus penemuan mayat di Kalideres dan Cinere.
Adrianus berujar, kesamaan pola itu terlihat dari keluarga Hamka yang tidak membangun interaksi dengan lingkungan sekitar.
"Mereka punya masalah, yang memecahkan mereka sendiri. Ketika mereka tidak mampu memecahkan masalah, lalu kemudian berakibat fatal. Jadi, saya kira kesamaannya di situ," imbuh dia.
Sementara itu, Hamka diduga menderita penyakit terminal sebelum akhirnya ditemukan tewas membusuk bersama balitanya AQ.
"Mengenai kenapa meninggalnya, untuk yang Koja ini pada konteks ayahnya, saya sih menduga, yang bersangkutan sakit terminal, misalnya jantung, lalu kumat dan enggak bisa ditolong lagi," kata Adrianus.
Dalam kasus ini, Adrianus mempunyai dua analisa tentang alasan NP sengaja membiarkan Hamka dan AQ meninggal dunia tanpa adanya laporan ke warga.
Pertama, ayah penyanyi Idgitaf itu menduga keluarga Hamka tidak menjalin interaksi dengan lingkungan sekitar. Hal tersebut menyebabkan NP tidak bisa meminta pertolongan saat Hamka mengembuskan napas terakhir.