Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementerian PPPA Minta Ayah yang Perkosa Anak Kandungnya hingga Hamil Dihukum Seumur Hidup

Kompas.com - 30/11/2023, 14:45 WIB
M Chaerul Halim,
Akhdi Martin Pratama

Tim Redaksi

TANGERANG SELATAN, KOMPAS.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mendorong kepolisian memberikan hukuman maksimal untuk MN (53), ayah yang memerkosa anak kandungnya, FN (17), hingga hamil.

"Ancaman hukumannya jelas bahwa ketika orangtua atau keluarga melakukan persetubuhan kepada anak, hukuman maksimal bisa diterapkan, hukumannya seumur hidup," kata Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar saat dihubungi, Kamis (30/11/2023).

Nahar berpandangan, sanksi itu layak dijatuhkan untuk MN. Sebab, MN seharusnya bisa menjadi sosok pelindung, bukan malah menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anaknya.

Baca juga: Perkosa Anak Kandungnya hingga Hamil, Ayah di Tangsel Jadi Tersangka

"Dalam kasus ini orangtua (ayah kandung) justru menjadi pelaku. Ini tidak bisa ditolerir lagi sehingga enggak ada istilah pemaaf," ucap Nahar.

Terlebih lagi, pemerkosaan yang dilakukan MN itu ada unsur pengancaman sehingga membuat anak kandungnya tak berdaya.

"Dia kan ditakut-takuti enggak diberikan jajan dan segala macam. Di situasi itu menjadikan anak terjebak, tidak bisa melindungi dirinya sendiri," ucap Nahar.

Saat ini MN telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemerkosaan yang menyebabkan kehamilan anak kandunganya, FN.

Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Tangerang Selatan menjerat MN dengan Pasal 81 UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.

MN tega memerkosa anaknya kandungnya itu di kediaman mereka, Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Peristiwa itu terungkap setelah korban menceritakan kehamilannya yang berusia empat bulan ke guru bimbingan konseling (BK) di sekolahnya.

Baca juga: Kejinya Ayah Kandung Perkosa Anak Bertahun-tahun hingga Hamil dan Hendak Aborsi

"Aku tahu dari guru BK (di sekolah) korban. Dia cerita ke guru BK bukan sama saya," kata ibu korban, S.

S syok mendengar hal tersebut. Ia menanyakan langsung kepada FN mengenai kekerasan seksual tersebut.

Kepada S, putri sulungnya itu mengaku hamil karena disetubuhi ayah kandungnya saat pulang sekolah. FN mengaku diperkosa ayah kandungnya sebanyak 18 kali.

"Dia (MN) ngelakuinnya pas anak saya pulang sekolah dan kadang Sabtu atau Minggu. (Pemerkosaannya) kalau kondisi rumah lagi sepi," ucap dia.

S menuturkan, suaminya itu bakal memukuli FN apabila permintaan persetubuhan itu ditolak.

Setelah disetubuhi, FN juga diminta sang ayah kandungnya itu untuk tak menceritakan kepada siapa pun atas kekerasan seksual yang dialaminya.

"Anak saya ditampar, pas enggak mau melakukan. Dia nolak, ditampar terus mukul juga," ucap S.

Baca juga: Saat Ayah yang Seharusnya Melindungi Justru Memerkosa Anak Kandungnya...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Megapolitan
Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Megapolitan
Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung 'Political Will' Heru Budi

Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung "Political Will" Heru Budi

Megapolitan
Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Megapolitan
Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Megapolitan
Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Megapolitan
Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com