Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah dan Perjuangan Kapolsek Pertama di Entikong, Wilayah Perbatasan Indonesia-Malaysia

Kompas.com - 05/12/2023, 09:48 WIB
Baharudin Al Farisi,
Nursita Sari

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Kelompok Ahli Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Irjen Pol (Purn) Hamidin Aji Amin menceritakan pengalamannya saat menjabat sebagai kapolsek pertama di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia, yakni Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat.

Entikong merupakan perbatasan pertama di Indonesia yang memiliki gerbang menuju negara tetangga. Gerbang perbatasan saat itu diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Sekitar 1990-an, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang masih di bawah naungan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) diperintahkan mendirikan Kepolisian Sektor (Polsek) di Entikong.

Tujuannya untuk mengimbangi kekuatan negara tetangga di Pos Tebedu, Malaysia, yang sudah memiliki balai polisi dengan peralatan modern.

Baca juga: Dari Perbatasan Indonesia-Malaysia: Ringgit Laku di Entikong, Rupiah Bisa Dipakai di Tebedu

Hamidin bercerita, setelah lolos seleksi, ia dipindahtugaskan menjadi Kapolsek pertama Entikong dengan peralatan lengkap dan memiliki 178 personel.

“Bayangkan, untuk patroli ke perbatasan, saya dikasih kendaraan patroli lalu lintas lengkap. Seorang Kapolsek diberikan kendaraan dinas sendiri dan wajib punya ajudan untuk mengimbangi Malaysia,” ungkap Hamidin dalam acara "Bincang Santai Perbatasan" di Kantor BNPP, Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (4/12/2023).

Kendati difasilitas peralatan lengkap, menjadi Kapolsek Entikong bukanlah perkara mudah. Banyak hal yang menjadi tantangan.

Masalah perjanjian perdagangan

Hal pertama yang diingat Hamidin, banyak warga yang bingung dengan kewarganegaraannya sendiri.

Contohnya adalah seorang warga Entikong di Desa Suruh Tembawang yang memiliki istri berkewarganegaraan Malaysia.

“Saat ditanya di Malaysia, ‘Kamu orang mana?’, (dia jawab), ‘Kami orang Malaysia’. Begitu ditanya di Indonesia, (dia jawab), ‘Kami orang Indonesia’,” ujar Hamidin.

Baca juga: Saat Masyarakat Adat Dayak Ikut Upacara Kemerdekaan di PLBN Entikong...

Setelah ditelusuri, salah satu penyebabnya adalah perjanjian perdagangan perbatasan antara Indonesia dan Malaysia atau Indonesia-Malaysia Border Trade Agreement (BTA) 1970 yang masih berlaku hingga kini.

“Kita (warga Indonesia) hanya boleh belanja di Malaysia (maksimal) 600 ringgit per kepala (orang),” ungkap Hamidin.

Karena itu, saat berada di Malaysia, orang Indonesia mengaku warga Malaysia agar bisa belanja lebih banyak.

Di sisi lain, dengan adanya perjanjian itu pula, Malaysia mempelajari kebutuhan dasar warga Indonesia agar menggunakan produk negaranya.

Kebutuhan dasar itu salah satunya susu. Alhasil, merek-merek susu asal Negeri Jiran dengan harga yang murah seperti Klim, F&N, dan Dutch Lady merajai wilayah Entikong dan sekitarnya.

Baca juga: Pesan Peringatan Kemerdekaan di Entikong: Perbatasan Harus Jadi Episentrum Ekonomi

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jadwal dan Daftar Kereta Api Tambahan 16-31 Mei 2024

Jadwal dan Daftar Kereta Api Tambahan 16-31 Mei 2024

Megapolitan
Putar Otak Jukir Liar Setelah Dilarang, Ingin Jadi Tukang Servis AC hingga Kerja di Warung

Putar Otak Jukir Liar Setelah Dilarang, Ingin Jadi Tukang Servis AC hingga Kerja di Warung

Megapolitan
Pelajar Depok Nyalakan Lilin dan Doa Bersama di Jembatan GDC untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga

Pelajar Depok Nyalakan Lilin dan Doa Bersama di Jembatan GDC untuk Korban Kecelakaan Bus SMK Lingga

Megapolitan
FA Curi dan Sembunyikan Golok Tukang Kelapa untuk Bunuh Pamannya di Tangsel

FA Curi dan Sembunyikan Golok Tukang Kelapa untuk Bunuh Pamannya di Tangsel

Megapolitan
Bentuk Tim Lintas Jaya untuk Tertibkan Juru Parkir Liar, Kadishub DKI: Terdiri dari Polisi, TNI, sampai Kejaksaan

Bentuk Tim Lintas Jaya untuk Tertibkan Juru Parkir Liar, Kadishub DKI: Terdiri dari Polisi, TNI, sampai Kejaksaan

Megapolitan
Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma

Korban Kecelakaan Bus di Subang Bakal Diberi Pendampingan Psikologis untuk Hilangkan Trauma

Megapolitan
Tak Setuju Penertiban, Jukir Liar Minimarket: Yang di Bawah Cari Makan Setengah Mati

Tak Setuju Penertiban, Jukir Liar Minimarket: Yang di Bawah Cari Makan Setengah Mati

Megapolitan
Mengaku Tak Pernah Patok Tarif Seenaknya, Jukir di Palmerah: Kadang Rp 500, Terima Saja…

Mengaku Tak Pernah Patok Tarif Seenaknya, Jukir di Palmerah: Kadang Rp 500, Terima Saja…

Megapolitan
Elang Kumpulkan Uang Hasil Memarkir untuk Kuliah agar Bisa Kembali Bekerja di Bank...

Elang Kumpulkan Uang Hasil Memarkir untuk Kuliah agar Bisa Kembali Bekerja di Bank...

Megapolitan
Pegawai Minimarket: Keberadaan Jukir Liar Bisa Meminimalisasi Kehilangan Kendaraan Pelanggan

Pegawai Minimarket: Keberadaan Jukir Liar Bisa Meminimalisasi Kehilangan Kendaraan Pelanggan

Megapolitan
Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Polisi Tangkap Tiga Pelaku Tawuran di Bogor, Dua Positif Narkoba

Megapolitan
Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Yayasan SMK Lingga Kencana Sebut Bus yang Digunakan untuk Perpisahan Siswa Dipesan Pihak Travel

Megapolitan
Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Usai Bunuh Pamannya Sendiri, Pemuda di Pamulang Jaga Warung Seperti Biasa

Megapolitan
Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Kecelakaan Rombongan SMK Lingga Kencana di Subang, Yayasan Akan Panggil Pihak Sekolah

Megapolitan
Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Soal Janji Beri Pekerjaan ke Jukir, Heru Budi Akan Bahas dengan Disnakertrans DKI

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com