"Korban tinggal sendirian dan saat saksi AZ yang merupakan saudaranya, akan masuk ke dalam rumah, tidak ada jawaban," kata Kapolsek Cimanggis Komisaris Judika Sinaga, Minggu (14/1/2024).
Pada 2023, seorang pedagang jamu bernama Ngatiyem (73) yang ditemukan tewas di Cilincing, Jakarta Utara, Senin (31/10/2023), juga tinggal sendiri.
Ngatiyem tinggal sebatang kara. Suaminya sudah lama mangkat.Anaknya tidak ada di Jakarta. Mereka bertempat tinggal di Depok dan Solo.
"Mbah pernah bilang, kan anaknya pernah ajak dia tinggal bareng. Cuma, Mbah enggak mau. 'Sudah biasa sendiri', begitu," kata tetangga rumah kontrakan Mbah, Yuli (32).
Baca juga: Kisah Ngatiyem, Penjual Jamu Sebatang Kara yang Meninggal dalam Sunyi
Melihat sedang meningkatknya fenomena kematian dalam sunyi, Ubedilah menilai hal itu harus menjadi peristiwa publik yang harus segera menjadi perhatian.
"Harus jadi perhatian serius semua pihak, karena bukan sekedar persoalan privat tetapi persoalan publik," ucap Ubedilah.
Menurut dia, setidaknya ada dua faktor utama kematian dalam sunyi masih terjadi, yaitu faktor internal individu dan eksternal.
Dari faktor internal, biasanya dipicu oleh individunya yang sedang sakit yang tidak ingin diketahui orang lain, atau karena depresi tidak menerima derita yang dialaminya.
Di sisi lain, kata Ubedilah, bisa saja karena kehidupan dirinya yang tidak memiliki kesadaran atau kemampuan untuk bersosialisasi dengan orang lain.
Baca juga: Lansia yang Tewas di Depok Selalu Tolak Komunikasi Dengan Warga Sekitar
"Atau sering disebut asosial, ia merasa lebih nyaman dengan kesendirianya," ucap Ubedilah.
Dari faktor eksternal, contohnya adalah tekanan kehidupan sosial ekonomi yang sangat berat yang membuat dirinya mengalami depresi dan memilih jalan menyerah dengan menutup diri dari kehidupan sosialnya.
"Faktor eksternal yang sangat berbahaya adalah ketika masyarakat sekitarnya juga hidup dalam situasi yang sama-sama asosial," ucap Ubedilah.
Mereka adalah masyarakat yang individualistik atau masyarakat yang tidak guyub, tidak saling peduli, tidak saling mengenal secara dekat satu sama lain, atau masyarakat yang tidak memiliki kohesifitas sosial yang sehat.
"Padahal mereka hidup bertetangga, tetapi tidak ada ruang publik untuk membuat antar tetangga itu saling menyapa atau berkomunikasi secara natural," kata dia.
Dalam situasi seperti itu, Ubedilah mengatakan, pemerintah dan stakeholders sosial lainya mesti aktif menemukan solusi yang melahirkan kebijakan sosial yang berbasis riset sosial yang mendalam.
"Agar ada kebijakan yang tepat," kata Ubedilah.
(Tim Redaksi : Baharudin Al Farisi, Rizky Syahrial, Irfan Maullana, Ambaranie Nadia Kemala Movanita, Jessi Carina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.