Senada dengan Agus, Rarat (55) juga salah satu yang memanfaatkan sampah plastik untuk dijual ke pengepul.
"Kalau sampah plastik gini, kayak botol dan gelas aqua, itu kami jual di pengepul yang lewat. Satu kilogram paling Rp 1500 sampai Rp 2000. Satu karung gini bisa empat sampai lima kilogram," ungkap Rarat.
Meski memulung, Rarat bangga karena usahanya terbilang halal dan tak merugikan orang lain.
"Saya mah yang penting ada penghasilan, dapur istri mengebul. Ini bisa dikatakan usaha paling halal," ucap Rarat.
Cuaca buruk, angin kencang, dan ombak yang saat ini tak menentu membuat Agus, Rarat dan warga nelayan lainnya berhenti melaut.
Mereka sadar betul, risiko yang menanti di laut lebih besar dibandingkan hasil tangkapan ikan yang bakal mereka dapat.
"Saya nelayan di sini. Cuma sekarang cuacanya lagi buruk, ombak besar. Saya punya perahu kecil. Kalau musim panas itu biasanya melaut. Tapi sekarang anginnya lagi enggak bagus," jelas Rarat.
Ketika cuaca baik, Rarat biasa membuang jala di perairan Gombong, Tanjung Priok, hingga Muara Karang.
Rarat memprediksi setelah momen Idul Fitri, cuaca baru bisa dikatakan aman bagi nelayan.
Beberapa cerita yang dikisahkan Agus dan Rarat di atas mewakili nelayan Marunda Kepu yang kini kesulitan mencari nafkah.
Meski begitu, mereka tetap sadar. Di tengah hidup sudah sulit dan berat, harapan masih terus ada dan perlu dihidupkan selapis demi selapis.
"Kami berpikir, kok makin lama, hidup makin sulit ya. Tapi kalau berpikir terus, enggak akan maju. Makanya harus bertindak. Kami mau maju, kami cari jalan terus buat cari duit," tutur Rarat.
Agus dan Rarat merindukan masa-masa indah ketika lingkungannya tak ada sampah. Mereka pergi ke laut dengan santai dan pulang dengan hasil tangkapan yang lumayan.
"Kadang kalau kayak gini mau buru-buru ke laut. Nunggu abis Lebaran, biar bisa ke laut lagi. Dapet ikan banyak dan dapur bini ngebul lagi," ungkap Agus.
Biarpun hanya setitik, harapan itu selalu ada. Di bayangan warga Kampung Nelayan Marunda Kepu, harapan selalu tersaji lewat mulut-mulut ikan yang melahap mata kail.
Harapan itu ada lewat ombak tenang yang yang menghampiri perahu, dan buih air laut pertanda ada ikan di bawah perahu.
"Kita masih bisa. Namanya hidup, harus punya keyakinan," kata Agus sambil menepuk dadanya, di atas perahu.
Baca juga: Berhenti Melaut karena Cuaca Buruk, Warga di Marunda Kepu Jadi Pemulung Sampah Plastik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.