JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Warga Kampung Bayam menceritakan polemiknya dengan Jakpro sebagai pengelola kampung susun, kini semakin terlihat seperti benang kusut.
Sejak dua tahun belakangan, warga secara paksa menempati hunian Kampung Susun Bayam (KSB) dengan serba keterbatasan.
Anjuran pemprov DKI untuk pindah ke Rusun Nagrak, Cilincing, dan usul pembangunan bangunan baru di Tanjung Priok ditolak mentah-mentah oleh warga.
Benang kusut polemik Kampung Bayam mulai terlihat lewat gagalnya audiensi warga dengan perwakilan pihak Jakpro, Pemkot Jakarta Utara dan Polres Metro Jakarta Utara pada 17 Januari 2024 lalu.
Baca juga: Masih Bertahan Tinggal di Kampung Susun Bayam meski Tanpa Izin, Warga: Keadaan Sudah Darurat
"Belum ada titik temu sebenarnya. Kata Sekretaris Kota Administrasi Jakarta Utara, kita bakal terus berkelanjutan dialog. Tapi sejak 17 Januari, enggak ada lagi komunikasi," kata Ketua Kelompok Tani Kampung Bayam Madani Muhammad Fuqron (45) saat ditemui, Rabu (24/1/2024).
Fuqron dan eks warga Kampung Bayam lainnya tetap mempertahankan hunian KSB dengan mempertimbangkan alur birokrasi yang mereka lalui.
"Saya tekankan, ini jadi benang kusut karena ada apa, Jakpro menahan draft? Seharusnya 1 Januari 2024 itu diberikan ke kami, kunci dan izinnya diberikan," lanjutnya.
Warga juga menolak arahan pemerintah kota dan Jakpro yang meminta eks warga Kampung Bayam untuk pindah ke Rusun Nagrak Cilincing.
Muhammad Fuqron (45) juga mengkritik rencana Pemprov DKI yang disampaikan oleh PJ Gubernur Heru Budi yang ingin membangun hunian baru di Tanjung Priok untuk warga Kampung Bayam.
"Tolonglah, PJ Gubernur ini jangan cerita ke publik yang enggak-enggak. Masih banyak yang harus diperhatikan. Lihat itu 17 juta jiwa warga Jakarta. Gubernur sebelumnya membangun ini (KSB), peruntukannya sudah ada. Sudah selesai kok, nah yang belum selesai silakan selesaikan," ujar Fuqron.
Eks warga Kampung Bayam menganggap rencana Pemprov DKI hanya membuang anggaran.
Baca juga: Heru Budi Bakal Bangun Rusun untuk Eks Warga Kampung Bayam, Fraksi PDI-P: Makan Waktu dan Anggaran
Fuqron menilai kebijakan membangun hunian baru itu seharusnya diperuntukkan bagi warga Jakarta yang belum memiliki tempat tinggal.
"Kalau memang akan membangun untuk merapikan masyarakat yang ada di Jakarta, peruntukannya untuk yang belum mendapatkan (hunian) dong. Kalau Kampung Susun Bayam kan jelas, sudah dibuatkan sama Gubernur yang lalu," tutur Fuqron.
Terbayang akan kehadiran polisi dan petugas ketertiban, anak-anak warga Kampung Bayam kini menjadi takut ke sekolah.
Fuqron melihat anak-anak warganya trauma melihat petugas ketertiban dan polisi yang kini banyak berjaga di seputar hunian Kampung Susun Bayam.
Menurutnya, anak-anak setiap hari melihat petugas yang kerap menegur warga yang menampung air, menanam sayur hingga melarang wartawan yang hendak memasuki hunian Kampung Susun Bayam.
Baca juga: Anak-anak Kampung Susun Bayam Takut ke Sekolah, Trauma Lihat Polisi dan Satpam
"Anak-anak sekolah sekarang ketakutan. Mereka enggak bisa bedakan mana seragam polisi dan mana yang petugas ketertiban, jadi banyak mereka suka balik lagi," jelas Fuqron.
"Mereka takut, trauma. Namanya anak-anak mereka memorinya halus banget. Akhirnya balik ke sini lagi, saya suruh orangtuanya antar," ujar Fuqron.
Warga masih menuntut agar Jakpro segera memberikan kunci hunian dan izin tinggal di Kampung Susun Bayam.
Saat ini, sebanyak 55 KK secara paksa menghuni Kampung Susun Bayam dengan kesulitan mengakses listrik dan air.
Fuqron dan tiga warga Kampung Susun Bayam juga telah dilaporkan Jakpro atas dugaan penyerobotan lahan secara ilegal dan saat ini memasuki tahap penyidikan oleh pihak berwenang.
Baca juga: Berharap Jakpro Cabut Laporan, Eks Warga Kampung Bayam: Jangan Kriminalisasi Kami...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.