BEKASI, KOMPAS.com - Surahman (35) tengah duduk di pinggir jalan, tak jauh dari "gunung sampah" di tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) Bantargebang, Kota Bekasi, Selasa (5/3/2024).
Cuaca Selasa pagi jelang siang kala itu begitu terik. Surahman sedang memainkan ponselnya sambil jongkok.
Dia langsung sigap berdiri saat dihampiri Kompas.com.
Baca juga: Curhat ke Ganjar, Pemulung di Bantargebang Minta APD agar Tak Celaka
Surahman merupakan pemulung yang mengais plastik di atas "gunung sampah".
"Mulai tahun 2013 akhir, sudah hampir 10 tahunan. Nyari limbah keresek, jadi saya pilih terus dimasukin ke karung, kita kilo (jual)," ujar Surahman kepada Kompas.com.
Sebelum menjadi pemulung, Surahman sempat berdagang.
Kemudian, ia diajak temannya ke TPST Bantargebang.
Kini, sudah 10 tahun Surahman mengais plastik-plastik untuk dijual. Debu dan kotoran dari sampah yang beterbangan pun merusak penglihatan mata kanannya.
Sudah hampir satu tahun Surahman tidak bisa melihat dengan jelas.
Namun, karena tak punya biaya berobat, dia hanya bisa mengandalkan obat warung dengan harapan bisa sembuh.
Baca juga: Kebakaran TPST Bantargebang Diduga Karena Gas Metan dan Cuaca Panas
"Mata saya kurang bisa lihat jelas, kena kotoran-kotoran sampah gitu, kita kan orang kecil enggak tahu, paling (minum) obat warung terus. Sejak Lebaran kemarin (mata sakit)," cerita dia.
Sembari menujukkan mata kanannya, pria yang memiliki anak tiga itu mengaku gejala awalnya terasa perih saat bekerja.
"Ya kan dari sampah awalnya kalau musim hujan kena air, biasanya kalau kena itu perih, saya siram air minum kayak gitu," imbuh dia.
Meski belum ada diagnosis dokter, Surahman menduga, penglihatannya semakin merabun karena paparan bahan kimia dari sampah.
Kemampuan inderanya yang berkurang itu kini menjadi halangan Surahman untuk bekerja. Jika terkena matahari, matanya terasa perih.
Baca juga: Mila Jualan Kopi dan Gorengan di Atas Tumpukan Sampah Bantargebang, Terbiasa dengan Bau dan Lalat