Bakar mengaku, kondisi ini semakin diperparah sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada tahun 2019. Di mana pada saat itu, aktivitas masyarakat dibatasi terutama untuk berwisata.
Kalau dulu, pendapatan Bakar bisa digunakan untuk membangun rumah, kini untuk mendapatkan sebungkus makanan saja sulit.
Baca juga: Mengapa Penjaga Warung Madura Selalu Video Call Setiap Hari?
Bakar mengaku, pendapatannya sebagai seorang ojek sampan kini tidak menentu. Terkadang ia mendapatkan uang sebesar Rp 100.000 sehari.
Namun, setelah itu berhari-hari tidak mendapatkan penumpang lagi.
Saat Kompas.com berkunjung ke sana pada Rabu (17/4/2024), Bakar mengaku sudah empat hari tidak mendapatkan penumpang.
Dengan mata penuh harap, Bakar setia menanti wisatawan yang ingin mencoba jasa paket wisatanya berkeliling perairan Sunda Kelapa dengan naik sampan.
Apabila tak dapat penumpang, mau tidak mau ia harus mengutang makanan demi bisa mengatasi perutnya yang keroncongan.
"Makan, kita ngutang-ngutang dulu lah ke tukang-tukang jualan, kalau ada uang baru bayar," sambungnya.
Pendapatan Bakar dari hari ke hari semakin menurun berpotensi dekatkan ia dengan lubang kemiskinan yang ekstrem.
Menurut Bank Dunia, penduduk miskin ekstrem adalah penduduk yang memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuan hidup sehari-hari tidak lebih dari Rp 10.739.
Sementara Bakar, bisa berhari-hari tidak mendapatkan penumpang dan uang, sehingga kondisinya kini bisa dibilang sangat dekat dengan lubang kemiskinan yang ekstrem.
Meski begitu, semangat Bakar untuk mencari rezeki dengan sampan kesayangannya tetap terus berkobar.
"Meski narik sampan sepi ya sudah kita sabar-sabar aja," tuturnya.
Salah satu penyebab utama pendapatan Bakar dan tukang ojek sampan lainnya menurun adalah karena minimnya wisatawan yang datang ke Pelabuhan Sunda Kelapa.
Hal itu disebabkan karena kondisi Pelabuhan Sunda Kelapa yang kini tidak seperti dulu.