JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Ekonomi dan Properti dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ariyanto Adhi Nugroho menyebut, masih banyak pembeli rumah subsidi yang bertujuan meraup keuntungan besar melalui program pemerintah terhadap masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Dalam hal perumahan subsidi, masih banyak ditemukan di kondisi riil, pembelian tersebut bertujuan untuk spekulasi, bukan memenuhi kebutuhan pertama rumah,” kata Ariyanto saat dihubungi Kompas.com, Senin (24/6/2024).
Menurut Ariyanto, kondisi itu membuat program pemerintah Indonesia menjadi tidak tepat sasaran, di mana tujuan perumahan subsidi memenuhi kebutuhan rumah untuk MBR.
Baca juga: Pengamat: Harga Rumah Subsidi Rp 160 Juta-Rp 240 Juta Sulit Diwujudkan sebagai Hunian Layak
Dia menekankan, setiap pembeli yang hendak membeli hunian mempunyai dua motif, yakni rumah sebagai pemenuhan kebutuhan dan investasi.
“Dari faktor tersebut, ketika pembelian rumah lebih kepada motif investasi, tentunya tidak prospektif. Namun, jika pemilik rumah tersebut mempunyai motif konsumsi dalam pembelian rumah maka utilitas secara optimal yang akan dihitung,” kata dia.
Pendapat Ariyanto ini merupakan pandangan umum usai ditanya mengenai rumah subsidi Presiden Joko Widodo, yakni Villa Kencana Cikarang di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, yang terbengkalai.
Selain itu, ini juga merupakan bukti bahwa aturan mengenai pembelian rumah subsidi tidak dijalankan dengan baik.
Sebab, ada ketentuan yang mengatur syarat pembelian rumah subsidi agar tidak dijadikan ladang investasi.
Ketentuan tersebut tertuang jelas dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 20/PRT/M/2019 tentang Kemudahan dan Bantuan Pemilikan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.
Pada Pasal 74 dijelaskan, debitur atau nasabah wajib memanfaatkan rumah tapak atau satuan rumah susun (sarusun) sebagai tempat tinggal sesuai surat pernyataan pemohon KPR bersubsidi.
Jika nasabah melanggar surat pernyataan yang dimaksud, maka Bank Pelaksana akan melakukan pemberhentian KPR bersubsidi.
Kemudian nasabah wajib mengembalikan dana kemudahan dan/atau bantuan pembiayaan perumahan yang telah diperoleh melalui Bank Pelaksana.
Diberitakan sebelumnya, Kompleks perumahan subsidi di Cikarang, Jawa Barat, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Mei 2017, kini kondisinya memprihatinkan.
Perumahan yang bernama Villa Kencana Cikarang itu tampak seperti kota mati lantaran banyak rumah yang terbengkalai dan tak berpenghuni.
Villa Kencana Cikarang mempunyai segudang permasalahan pada kondisi bangunan rumah maupun lingkungan di sekitarnya.
Seorang warga bernama Joko (47) menduga rumah subsidi yang mereka beli ini banyak tidak tepat sasaran.
Sebab, banyak orang yang membeli rumah subsidi itu untuk investasi, bukan ditempati.
"Ini mungkin salah sasaran juga. Misal udah punya rumah, keuangannya bagus, invest kan di sini. Kemungkinan pasti ada," ujar Joko kepada Kompas.com, Rabu (19/6/2024).
Joko kemudian menunjuk sebuah rumah dengan bangunan yang berbeda dari unit lainnya.
Bangunan yang masih dalam tahap renovasi tersebut lebih kokoh dengan tiang penyangga yang lebih besar dari tipe rumah 25/60 milik Joko.
Sebagai Ketua RT 02/RW 11 Desa Karangsentosa, Joko juga mengetahui bahwa ada beberapa unit yang dimiliki oleh tentara dan polisi. Akan tetapi, mereka tidak bertugas di sekitar perumahan tersebut.
"Polisi ada, TNI juga ada. Tapi mereka enggak tugas di sini, tugas di luar," tambah Joko.
Berdasarkan pemberitaan Kompas.com pada 2017, rumah subsidi ini diresmikan Presiden Joko Widodo pada 4 Mei 2017.
Perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini merupakan karya PT Arrayan Bekasi Development (SPS Group).
Menempati lahan seluas 105 hektar, rumah yang dibangun sebanyak 8.749 unit ini mempunyai tipe per unit 25/60. Pembangunan Villa Kencana Cikarang dimulai sejak 2016.
Baca juga: Beli Rumah Subsidi Proyek Jokowi di Cikarang, Warga Tergiur DP dan Cicilan Murah
Untuk akses KPR subsidi atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), masyarakat mendapat bunga acuan 5 persen dengan masa tenor 20 tahun.
Melalui FLPP, masyarakat hanya membayar uang muka atau down payment (DP) 1 persen, yakni Rp 1,41 juta dan cicilan sekitar Rp 800.000 per bulan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.