JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli tata kota dan permukiman dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar, menilai kebijakan rumah subsidi pemerintah Indonesia sejauh ini hanya mementingkan sisi permintaan atau demand.
Alhasil, tidak sedikit kepemilikan rumah subsidi tidak tepat sasaran yang seyogiannya diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Di sisi demand itu artinya mengutak-atik sistem kepemilikan, sistem pembiayaan kepemilikan. Tidak di sisi produksi atau suplai perumahan,” kata Jehansyah dalam Obrolan Newsroom Kompas.com, Senin (24/6/2024).
Dia berujar, Bank Tabungan Negara (BTN), Kementerian Keuangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), dinilai lepas tangan terhadap penerima rumah subsidi.
“Jadi, bagi BTN, bagi Kementerian Keuangan yang mengucurkan anggaran berpuluh-puluh triliun. Kalau kita hitung 10 tahun Pak Jokowi (Presiden RI Joko Widodo) dan Pak SBY (mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono), ratusan triliun ini anggaran KPR subsidi dihabiskan,” ujar Jehansyah.
Baca juga: Pengamat: Tidak Ada Lembaga yang Mengawasi Agar Kepemilikan Rumah Subsidi Tepat Sasaran
“Itu tidak ada dari sisi produksi, enggak penting itu bagi BTN, bagi Kemenkeu tidak penting. Dan anehnya bagi PUPR juga tidak penting siapa yang bangun. Mau developer mana pun. Pokoknya, kalau sudah BTN menginspeksi, ini layak, KPR cair,” lanjutnya.
Oleh karena itu, Jehansyah menyarankan pemerintah segera membenahi kebijakan rumah subsidi, mengingat kebijakan tabungan perumahan rakyat (Tapera) beberapa waktu lalu juga disorot masyarakat .
“Jadi, pertama itu, kebiajakan perumahan rakyat, kemarin kan juga bermuara dengan ditolaknya Tapera gara-gara pera-nya belum on the right track, belum ada program yang bagus di perumahan rakyat, sehingga tabungannya itu belum kelihatan,” ucap Jehansyah.
Baca juga: Rumah Subsidi Bakal Terhuni Kalau Ada Transportasi Publik
Sejauh ini, Jehansyah menilai belum ada satu pun program perumahan rakyat yang bagus dan dapat membangun kepercayaan kepercayaan rakyat.
Dengan begitu, program perumahan rakyat sebaiknya tidak lagi berkubu pada pembiayaan di sisi demand, melainkan sisi produksi atau suplai perumahan.
Di sisi lain, Jehansyah mengungkapkan, rumah subsidi pemerintah merupakan salah program yang paling konsisten sejak 1976.
“Kenapa? Bukan karena merumahkan rakyat, tapi karena diminati oleh sistem perbankan, diminati oleh bisnis properti. Perbankan dan properti inilah yang melobi kebijakan,” ucap dia.
“Jadi, kebijakan perumahan rakyat, khususnya untuk KPR subsidi ini, itu lebih dilatarbelakangi oleh kelompok kepentingan pembiayaan perumahan, bukan perumahan rakyat itu sendiri,” pungkas Jehansyah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.