Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ditarik Pajak Rp 650 Juta, Pedagang Glodok Menjerit

Kompas.com - 31/07/2013, 12:36 WIB
Windoro Adi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Paguyuban Kota Tua Jakarta (PKTJ) mendesak Pemprov DKI Jakarta meninjau ulang Peraturan Daerah (Perda) No 16 tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pedesaan dan Perkotaan. Perda tersebut dinilai mencekik wajib pajak dan mengancam kelangsungan usaha.

"Sejak PBB dikutip Pemprov DKI Jakarta, wajib pajak (WP) di kawasan Glodok, Jakbar (Jakarta Barat), harus membayar lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya," ujar Jacky Setiono, ketua Harian PKTJ kepada wartawan, Selasa (30/6/2013) kemarin.

Menurut Jacky, pemilik kios yang biasa membayar PBB Rp 400 juta, kini harus membayar Rp 600 juta sampai Rp 650 juta. Padahal, lanjutnya, tidak ada kenaikan nilai jual obyek pajak (NJOP).

Budi K, Sekjen PKTJ, mengatakan, biasanya kenaikan PBB mengikuti kenaikan NJOP. Yang terjadi saat ini, NJOP di kawasan Glodok tidak beranjak dari Rp 16 juta per meter.

"Pemprov DKI Jakarta memasukan kawasan Glodok ke dalam Klasifikasi A, sama dengan kawasan bisnis Jalan Thamrin dan Jalan Sudirman. Jadi, kami terkena pajak progresif," jelasnya.

Ini terlihat dari ketentuan tarif 0,0 persen untuk NJOP/atau bangunan kurang dari Rp 200 juta, dan tarif 0,3 persen untuk NJOP/atau bangunan Rp 10 miliar atau lebih.

Di Glodok, lanjut Budi K, tidak ada bangunan bernilai Rp 10 miliar. Rata-rata antara Rp 50 sampai 200 miliar.

Menyulitkan

Sejak sepuluh tahun terakhir, Glodok bukan lagi kawasan bisnis elektronik satu-satunya di ibu kota. Masa keemasan Glodok, menurut Jacky, relatif mulai memudar sebagai akibat munculnya pusat-pusat belanja elektronik di sekujur Jakarta.

"Kemunduran status ini berdampak langsung bagi pemilik toko di kawasan Glodok. Mereka mengalami penurunan omzet, karena masyarakat Jakarta tidak lagi menjadikan Glodok sebagai satu-satunya tujuan wisata belanja," tutur Jacky.

Menurut Budi, jika situasi masih seperti sepuluh tahun lalu, mungkin kenaikan PBB sampai 50 persen tidak akan menyulitkan. "Tapi saat ini, kenaikan 10 persen saja menyulitkan, karena yang harus dibayar oleh pemilik Ruko bukan hanya PBB tapi karyawan, dan biaya-biaya lainnya," ujar Budi.

Menjawab pertanyaan wartawan berapa jumlah anggota PKTJ yang kesulitan membayar PBB, Jacky mengatakan, "Mungkin sampai ratusan."

"Pemilik toko bernilai Rp 10 miliar ke atas juga banyak, dan mereka tidak masalah. Yang keberatan adalah pedagang-pedagang besar," kata Budi.

Jacky yakin jika Pemprov DKI Jakarta keberatan meninjau ulang Perda No 16 tahun 2011, dan menagih pajak sesuai tertera dalam surat pemberitahuan pajak terutang (SPPT), pedagang mungkin menutup usahanya di Glodok dan mengalihkannya ke tempat lain.

"Jika itu terjadi, Glodok sebagai kawasan bisnis perlahan-lahan akan lenyap," Jacky mengakhiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Polisi Periksa 10 Saksi Kasus Tewasnya Siswa STIP yang Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Diduga Ngebut, Mobil Tabrak Bikun UI di Hutan Kota

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Tinggalkan Mayat Korban di Kamar Hotel

Megapolitan
Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Siswa STIP Dianiaya Senior di Sekolah, Diduga Sudah Tewas Saat Dibawa ke Klinik

Megapolitan
Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Terdapat Luka Lebam di Sekitar Ulu Hati Mahasiswa STIP yang Tewas Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Dokter Belum Visum Jenazah Mahasiswa STIP yang Tewas akibat Diduga Dianiaya Senior

Megapolitan
Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Polisi Pastikan RTH Tubagus Angke Sudah Bersih dari Prostitusi

Megapolitan
Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Mahasiswa STIP Tewas Diduga akibat Dianiaya Senior

Megapolitan
Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Berbeda Nasib dengan Chandrika Chika, Rio Reifan Tak Akan Dapat Rehabilitasi Narkoba

Megapolitan
Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Lansia Korban Hipnotis di Bogor, Emas 1,5 Gram dan Uang Tunai Jutaan Rupiah Raib

Megapolitan
Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Polisi Sebut Keributan Suporter di Stasiun Manggarai Libatkan Jakmania dan Viking

Megapolitan
Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Aditya Tak Tahu Koper yang Dibawa Kakaknya Berisi Mayat RM

Megapolitan
Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Kadishub DKI Jakarta Tegaskan Parkir di Minimarket Gratis

Megapolitan
Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Koper Pertama Kekecilan, Ahmad Beli Lagi yang Besar untuk Masukkan Jenazah RM

Megapolitan
Polisi Masih Buru Pemasok Narkoba ke Rio Reifan

Polisi Masih Buru Pemasok Narkoba ke Rio Reifan

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com