JAKARTA, KOMPAS.com —
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta mengingatkan warga di Waduk Ria Rio, Jakarta Timur, yang tidak memiliki dokumen tanah, tidak berhak menuntut berlebihan. Tuntutan kompensasi sampai Rp 30 juta memicu kecemburuan dan membebani keuangan daerah.

"Tanah di Waduk Ria Rio adalah tanah negara, bukan hak warga menempati tanah itu. Meski demikian, warga yang sudah lama tinggal di sana jangan sampai dibuat susah," kata Syahrial, anggota Komisi D (Bidang Lingkungan) DRPD DKI Jakarta, Rabu (28/8/2013), di Jakarta.

Syahrial menilai langkah Pemprov DKI Jakarta merelokasi warga tanpa dokumen tanah di Waduk Ria Rio sudah tepat. Revitalisasi Waduk Ria Rio harus dilakukan demi kepentingan orang banyak. Warga yang selama ini menempati lahan itu diharapkan taat kepada hukum.

Tuntutan warga agar Pemprov DKI Jakarta memberikan uang pengganti Rp 20 juta-Rp 30 juta, menurut Syahrial, tidak mungkin dilakukan.

"Tidak ada program pemberian uang pengganti seperti itu di APBD," ujarnya.

Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi C (Bidang Keuangan) DPRD DKI Jakarta Cinta Mega.

"Kami tidak akan mengabulkan tuntutan warga di sana. Jelas ini berat bagi keuangan daerah," kata Mega.

Milik Pemprov DKI

Sebagian warga Ria Rio ada yang mengklaim lahan yang ditempatinya itu milik Yayasan Adam Malik.

Namun, klaim ini dibantah direksi PT Pulomas Jaya selaku pengelola lahan. Sekretaris PT Pulomas Jaya Nastasya Yulius menyatakan, sudah ada putusan hukum tetap bahwa lahan itu milik Pemprov DKI.

"Persoalan sengketa lahan dengan Yayasan Adam Malik sudah selesai di meja pengadilan. Kasus itu pun telah dimenangi Pemprov DKI Jakarta, bahkan sampai tingkat PK (peninjauan kembali), kami yang dimenangkan," katanya.

Menurut Nastasya, putusan pengadilan atas gugatan Yayasan Adam Malik itu telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Kemenangan itu awalnya diperoleh dari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Kemudian, di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, majelis hakim kembali mengeluarkan putusan serupa.

"Setelah mereka mengajukan kasasi ke Mahmakah Agung, kembali kami menangi. Terakhir, dalam peninjauan kembali di Mahkamah Agung, kami juga menang," kata Nastasya.

Menurut Nastasya, Yayasan Adam Malik mendapatkan pengalihan pengelolaan tanah atas rencana pembangunan Emergency Hospital, yang sebelumnya dipegang Yayasan Mekarsari pada 1985, sesuai SK Gubernur DKI Jakarta. Pengalihan itu dilakukan dengan ketentuan tanah itu tetap milik Pemprov DKI.

Namun, beberapa tahun kemudian, tambah Nastasya, hak memakai tanah itu dicabut melalui SK Gubernur DKI Jakarta karena yayasan itu tidak mampu membangun Emergency Hospital di lokasi itu.