Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lahan Bongkaran Vila Ilegal di Bogor Tak Boleh Didirikan Bangunan

Kompas.com - 03/12/2013, 09:11 WIB
BOGOR, KOMPAS.com-Pemerintah Kabupaten Bogor berjanji merehabilitasi lahan bekas pembongkaran vila ilegal di Puncak. Jika sebelumnya berupa lahan garapan, akan dijadikan kawasan tanaman produktif warga. ”Namun, tidak boleh ada bangunan apa pun,” kata Bupati Bogor Rahmat Yasin, Senin (2/12).Jika sebelumnya berupa kawasan konservasi, juga ditanami dengan pelbagai jenis bibit pohon lokal. ”Dihutankan kembali guna mencegah erosi,” kata Rahmat.

Namun, pemerintah tidak serta-merta menolak permohonan izin mendirikan bangunan di kawasan Puncak. Rumah, hotel, dan vila masih bisa didirikan, tetapi cuma di lahan dengan sertifikat hak milik. ”Kalau di tanah negara, hutan lindung, dan kawasan konservasi, jelas tidak saya izinkan,” kata Rahmat.

Saat ini, aparat berkonsentrasi menyegel dan membongkar 239 vila ilegal di Megamendung dan Cisarua. Pembongkaran ditarget selesai akhir 2013. Padahal, sampai saat ini, yang sudah dibongkar baru 75 vila ilegal.

Sebanyak 57 vila ilegal lainnya segera dibongkar. Sebab, 20 unit di antaranya sudah disegel alias siap diruntuhkan jika tidak dibongkar sendiri oleh pemiliknya. Rahmat mengatakan, program pembongkaran terus dilanjutkan pada 2014. Secara bersamaan akan dijalin kerja sama dengan Pemerintah Kota Copenhagen, Denmark, tentang penataan Puncak untuk mencegah banjir Jakarta-Depok-Tangerang-Bekasi.

Kepala Satpol PP Kabupaten Bogor Dace Supriadi menambahkan, pembongkaran pada tahun depan tetap dilaksanakan. Bisa jadi target membongkar 239 vila ilegal sampai akhir tahun meleset. Jumlah bangunan yang harus dibongkar pun lebih banyak lagi.

Pembongkaran vila ilegal merupakan perintah Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 8 Tahun 2008 tentang Ketertiban Umum. Selain 239 vila ilegal, ada 340 bangunan lain yang tidak berizin atau melanggar aturan masih diperiksa Dinas Tata Bangunan dan Permukiman Kabupaten Bogor, dan akan diruntuhkan pada 2014.

Camat Cisarua Teddy Pembang mengatakan, yang harus dibongkar di wilayahnya mencakup 625 bangunan ilegal. ”Kalau tidak semua tahun ini, pasti tahun depan dibongkar,” katanya.

Penggiat dari Forest Watch Indonesia, Hari Yanto, mengatakan, warga perlu diajak membantu memulihkan lahan bekas bongkaran vila. ”Namun, jadikan hutan kebun bukan ditanami sayur,” katanya.

Tanami kawasan kritis dengan pelbagai bibit pohon keras yang berbuah dan bernilai ekonomi. Jika ditanami sayur dan teh, rehabilitasi akan sia-sia. ”Sebab, sayur tidak bisa menahan erosi,” kata Hari.

Hari menyarankan, pemerintah mengajak kelompok tani warga di sekitar vila ilegal guna pemulihan kawasan dengan tanaman bernilai ekonomi. Pemerintah jangan lengah dalam mengawasi agar tidak ada yang mengambil kesempatan membangun vila.

Bupati Bogor diminta konsisten menjaga hutan lindung di Puncak dari pembangunan apa pun dan budidaya sayur. (BRO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Paniknya Maling Motor di Koja, Ditangkap Warga Usai Aksinya Ketahuan sampai Minta Tolong ke Ibunya

Megapolitan
Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Pengelola Minimarket Diminta Juga Tanggung Jawab atas Keamanan Kendaaraan yang Parkir

Megapolitan
Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung 'Political Will' Heru Budi

Soal Wacana Pekerjaan Bagi Jukir Minimarket, Pengamat: Tergantung "Political Will" Heru Budi

Megapolitan
Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Heru Budi Janjikan Pekerjaan ke Jukir Liar Minimarket, Pengamat: Jangan Hanya Wacana!

Megapolitan
Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Babak Baru Kasus Taruna STIP Dianiaya Senior hingga Tewas, Muncul 3 Tersangka Baru yang Ikut Terlibat

Megapolitan
Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Solidaritas Pelaut Indonesia Minta Senioritas ala Militer di STIP Dihapuskan

Megapolitan
Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Polisi Tangkap Pemalak Sopir Truk yang Parkir di Jalan Daan Mogot

Megapolitan
Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Setuju Jukir Liar Minimarket Ditertibkan, Anggota DPRD DKI: Meresahkan

Megapolitan
'Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal'

"Budaya Kekerasan di STIP Tak Ada Kaitannya dengan Dunia Kerja di Kapal"

Megapolitan
4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

4 Tersangka Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior Terancam 15 Tahun Penjara

Megapolitan
Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Pemerataan Air Bersih di Jakarta, Mungkinkah?

Megapolitan
Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Begini Peran 3 Tersangka Baru Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Bertambah 3, Kini Ada 4 Tersangka Kasus Penganiayaan Taruna STIP hingga Tewas

Megapolitan
Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Polisi Tak Ingin Gegabah dalam Penyidikan Kasus Tewasnya Taruna STIP di Tangan Senior

Megapolitan
Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Polisi Bantah Senior Penganiaya Taruna STIP hingga Tewas adalah Anak Pejabat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com