Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantan Tim Sukses Jadi Makelar, Jokowi Salahkan Proses Lelang

Kompas.com - 10/03/2014, 16:34 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, kelemahan pengadaan barang dan jasa melalui proses lelang adalah kemunculan makelar. Salah satunya pada pengadaan ratusan transjakarta dan bus kota terintegrasi busway (BKTB) pada APBD tahun 2013.

"Lelang itu risikonya banyak. Yang menang bisa tetangga, bisa kawan, bisa juga musuh saya," ujar Jokowi di Balaikota Jakarta, Senin (10/3/2014) siang.

Jokowi menegaskan, sejak awal menjabat sebagai Gubernur DKI, ia telah mewanti-wanti kepada kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan unit kerja perangkat daerah (UKPD) untuk berhati-hati jika ada seseorang yang mengaku kenal dan dekat dengannya datang untuk meminta mengurus proyek tertentu.

"Kan banyak yang bilang, saya orang dekat Jokowi, saya keluarga dekat Jokowi, temannya Jokowi, ada juga yang bawa nama tim sukses Jokowi. Hati-hati itu," lanjut Jokowi.

Jokowi mengaku kewalahan terhadap aktivitas oknum itu. Pasalnya, Jokowi mengaku tidak mungkin memantau satu per satu kenalannya, keluarganya, atau bahkan mantan tim suksesnya. Terlebih lagi, jumlah tim suksesnya, baik di Surakarta maupun di DKI Jakarta, berjumlah ribuan.

Solusinya, Jokowi menegaskan untuk menyerahkan kasus itu ke ranah hukum. "Kalau ada yang melanggar, kita gebug," ujarnya.

Munculnya nama seorang mantan anggota tim sukses Jokowi ketika dia masih menjabat sebagai Wali Kota Surakarta tersebut berawal dari pemberitaan salah satu media massa nasional. Di dalam artikel itu disebutkan, sang oknum ditengarai menjadi makelar dalam pengadaan bus.

Sebanyak 5 dari 90 transjakarta dan 10 dari 18 BKTB yang didatangkan Pemprov DKI terbukti mengalami kerusakan beberapa komponen. Misalnya, banyak komponen berkarat dan berjamur, sementara beberapa instalasi tampak tidak dibaut. Bahkan, ada bus yang tidak dilengkapi dengan fanbelt mesin dan AC.

Akibat kondisi tersebut, beberapa bus tidak dioperasikan meskipun sudah diluncurkan oleh Jokowi beberapa waktu lalu. Banyak mesin bus yang cepat panas, mesin sulit dinyalakan, dan proses kelistrikan yang sulit karena korosi di kepala aki. Bahkan, ada bus yang tabung pendingin mesinnya tiba-tiba meledak.

Setelah diusut, ditemukan juga kejanggalan dalam proses pengadaan bus. Pihak yang mendatangkan bus, yakni PT San Abadi, bukan pemenang tender. Terungkap bahwa PT San Abadi merupakan subkontrak PT Saptaguna Dayaprima, salah satu dari lima pemenang tender.

Hal ini dipertanyakan karena situasi tersebut memungkinkan adanya penggelembungan dana anggaran tender. Kasus itu telah ditangani Inspektorat Pemprov DKI Jakarta. Beberapa pejabat yang terlibat pengadaan bus telah diperiksa, antara lain mantan Kepala Dinas Perhubungan Udar Pristono dan Sekretaris Dinas Perhubungan Drajat Adhyaksa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Kompolnas Dorong Penyelidikan dan Penyidikan Kasus Bunuh Diri Brigadir RAT Secara Profesional

Megapolitan
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Megapolitan
Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Tak Terkait SARA, Perusakan Gerobak Bubur di Jatinegara Murni Aksi Premanisme

Megapolitan
Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Polisi Bubarkan Pemuda yang Nongkrong Hingga Larut Malam di Jakut Demi Hindari Tawuran

Megapolitan
Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Dua Pemuda Terjerat Pinjol Pilih Merampok, Berakhir Dipenjara dengan Ancaman Hukuman 12 Tahun

Megapolitan
Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com