Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Kramat Tunggak, Lokalisasi Prostitusi di Jakarta

Kompas.com - 19/06/2014, 08:04 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam sejarahnya, Jakarta pernah memiliki tempat pelacuran yang dikenal dengan nama lokalisasi Kramat Tunggak, di kawasan Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Pada perjalanannya, lokalisasi terbesar di Ibu Kota tersebut berakhir dengan penutupan atas desakan masyarakat karena tingginya masalah kriminalitas dan sosial.

Sejak ditutup pada akhir 1999, kawasan tersebut kini berubah. Di atas lahan bekas tempat prostitusi era 1970-1999 ini, berdiri Jakarta Islamic Centre, sebuah lembaga pengkajian dan pengembangan Islam di Jakarta. Masa lalu yang kelam dampak dari kehidupan malam pun berakhir.

"Semenjak itu dibongkar, rumah tangga orang di sini enggak terganggu atau tergoda," kata Pardi (65), warga Kelurahan Tugu Utara, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu (18/6/2014) malam.

Pardi mengenang, dulu, para pekerja seks komersial (PSK) yang bekerja di sana selalu mejeng di depan tempat kerja. Pada tahun 1985, lanjutnya, sekali melayani para PSK itu mendapat bayaran Rp 300-500.

Para PSK, berasal dari campuran berbagai daerah, termasuk orang asing. Tak jarang, ada pengunjung lokalisasi yang keluar mabuk-mabukan. Keberadaan para pekerja seks kala itu, lanjutnya, kerap mengganggu rumah tangga warga.

"Dulu banyak istri yang enggak tenang, laki akhirnya pada suka nyeleweng. Namanya nafsu setan," ujar Pardi.

Saat itu, kata dia, bangunan yang dijadikan sebagai bilik asmara antara PSK dan pria hidung belang jumlahnya amat banyak, ratusan. Kondisinya "terkurung" namun tak jauh dengan pemukiman warga.

"Banyak biliknya, jadi itu dari Rumah Sakit Pelabuhan sampai gang 8 sana," ujarnya.

Bangunan di lokalisasi Kramat Tunggak saat itu, menurutnya, masih terbuat dari material tripleks dan seng. Ada yang bertingkat, ada yang tidak. Kondisi lingkungan diterangi dengan sejumlah lampu pijar. Meski "jadul", namun lokalisasi ini sudah memiliki kelengkapan musik.

Pardi yang bekerja sebagai pengayuh becak ini mengatakan, sebelum lokalisasi itu ditutup, dia kerap mendapat penumpang yang merupakan pelanggan lokalisasi. Tempat mangkal Pardi, yakni dekat Polsek Koja, yang hanya berjarak sekitar 100 meter dari bekas lokalisasi Kramat Tunggak.

Sejak tahun 1975, pria asli Brebes, Jawa Tengah ini sudah menngayuh becak di lokasi tersebut hingga kini. "Dulu di sini ramai, sebelum jadi mesjid (JIC), tahu bongkaran Tanah Abang enggak? Kayak gitu, tapi di sini lebih rapi," ujar Pardi.

Penutupan lokalisasi itu, lanjutnya, bukan tanpa penolakan. Sebagian pihak yang menggantungkan hidup dari lokalisasi itu banyak yang menolak.

"Germo-germonya enggak mau. Ada yang mau pilih bertahan. Udah kayak mau perang. Tapi akhirnya digusur pakai traktor," ujarnya.

Kebijakan untuk menutup lokalisasi besar seperti ini juga dilakukan Pemerintah Kota Surabaya. Pemerintahan setempat menutup lokalisasi Dolly, yang konon merupakan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara. Lokalisasi Kramat Tunggak kini memiliki aktivitas kehidupan yang berbeda dengan masa lalunya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Harga Bawang Merah Melonjak, Pemprov DKI Bakal Gelar Pangan Murah

Megapolitan
Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Pemprov DKI Diminta Lindungi Pengusaha Warung Madura Terkait Adanya Permintaan Pembatasan Jam Operasional

Megapolitan
Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Kronologi Brigadir RAT Bunuh Diri Pakai Pistol di Dalam Alphard

Megapolitan
Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Polisi Pastikan Kasus Dugaan Pemerasan Firli Bahuri Masih Terus Berjalan

Megapolitan
Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Brigadir RAT Diduga Pakai Pistol HS-9 untuk Akhiri Hidupnya di Dalam Mobil

Megapolitan
Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Korban: Guling yang Dicuri Maling Peninggalan Almarhum Ayah Saya

Megapolitan
Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Guling yang Dicuri Maling di Cinere Usianya Sudah Belasan Tahun

Megapolitan
Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program 'Bebenah Kampung'

Khawatir Rumahnya Diambil Pemerintah, Banyak Warga Tanah Tinggi Tak Ikut Program "Bebenah Kampung"

Megapolitan
Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Anggota Polresta Manado Tembak Kepalanya Pakai Senpi, Peluru Tembus dari Pelipis Kanan ke Kiri

Megapolitan
Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Maling Guling Beraksi di Cinere, Korban: Lucu, Kenapa Enggak Sekalian Kasurnya!

Megapolitan
Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Kronologi Pengendara Moge Tewas Terlindas Truk Trailer di Plumpang

Megapolitan
Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Mayat Bayi di Tanah Abang, Diduga Dibuang Ayah Kandungnya

Megapolitan
2 Pria Rampok Taksi 'Online' di Kembangan untuk Bayar Pinjol

2 Pria Rampok Taksi "Online" di Kembangan untuk Bayar Pinjol

Megapolitan
Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Heru Budi: Jakarta Bisa Benahi Tata Kota jika Pemerintahan Pindah ke IKN

Megapolitan
Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Polda Metro Jadwalkan Pemeriksaan Pendeta Gilbert Lumoindong Terkait Dugaan Penistaan Agama

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com