Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PDI-P: Kejanggalan Penghitungan Suara Jadi Ujian buat KPU

Kompas.com - 14/07/2014, 09:56 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menanggapi serius kejanggalan penghitungan suara berjenjang dalam Pemilu Presiden 2014 yang terjadi di Kelurahan Kelapa Dua, Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang, Banten.

Dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (14/7/2014), salah satu anggota tim pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Aria Bima, mengatakan, kredibilitas Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah diuji melalui kasus itu.

"Suara yang masuk ke tingkat kelurahan, kecamatan, atau kabupaten, potensi curang ada di pembelian suara. Bukan dalam bentuk 'vote buying' lagi, melainkan beli suara dalam skala besar atau 'vote trading'," ujar Aria Bima melalui siaran pers, Senin (14/7/2014).

"Di sinilah aparat KPU diuji kejujurannya, bisa atau tidak mereka mempertahankan moralitas dan tidak silau dengan politik uang? Puncaknya akan kelihatan 22 Juli 2014 nanti," lanjut dia.

Aria meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti temuan kejanggalan penghitungan suara. Pihaknya berharap KPK menindak tegas pihak-pihak, termasuk oknum penyelenggara Pemilu 2014, yang mempermainkan suara masyarakat melalui praktik kecurangan. Pihaknya yakin bahwa KPK memiliki strategi jitu membongkar kejahatan pemilu semacam itu.

Sambil menunggu aksi nyata KPK, Aria pun mengingatkan kepada semua kader partai atau relawan yang menjadi saksi penghitungan suara untuk selalu waspada atas kemungkinan berbagai praktik curang.

Dari laporan relawan di beberapa daerah di Indonesia, pihaknya memang menemukan banyak formulir C-1 yang janggal. Aria juga meminta pelaksana pemilu di tingkatan daerah tidak mudah membuang persoalan pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Aria meminta KPU untuk melakukan investigasi terlebih dahulu sebelum diserahkan ke MK. Hal itu, kata Arya, mencerminkan sikap profesionalitas KPU.

Kejanggalan penghitungan suara berjenjang terjadi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 47 Kelurahan Kelapa Dua, Kecamatan Kelapa Dua, Tangerang, Banten. Dalam catatan KPPS, pasangan nomor urut satu memperoleh 14 suara dan ditulis 014 pada formulir C-1. Tiba-tiba, angka itu berubah menjadi 814 ketika diumumkan dalam situs resmi KPU.

"Sulit untuk dapat diterima akal sehat karena, tinggal pemindaian (scan), kok angkanya bisa berubah. Yang paling masuk akal adalah ada upaya mengubah hasil perolehan suara dengan menambah sedikit lekukan di atas angka 0 sehingga berubah menjadi angka 8. Walau demikian, hal itu tidak disadari oleh yang melakukan, angka 0 menjadi angka 8 akan mengubah seluruh potret DPT yang existing, kuota DPT yang diperbolehkan untuk satu TPS, dan hasil akhir," tekan Ananta Wahana, anggota DPRD Banten.

Jual-beli suara grosiran

Istilah jual-beli suara grosiran (vote trading) pernah dilontarkan sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati, dalam penelitiannya saat Pemilu Legislatif 9 April 2014. Vote trading adalah kecurangan yang dilaksanakan secara masif oleh penyelenggara pemilu.

Kecurangan tersebut dilakukan dengan mengubah angka jumlah suara asli ketika proses penghitungan suara dari tingkatan bawah ke tingkat lebih tinggi. "Perdagangan suara grosiran itu kita temukan saat Pemilu Legislatif 9 April 2014. Skala penggelembungan suaranya besar, makanya harus melibatkan penyelenggara. Ini sangat berpotensi terjadi pada pilpres," ujar Mada.

Dari delapan tahapan pemilu, mulai dari sisi penyusunan daftar pemilih hingga tahap akhir, yakni pengucapan sumpah atau janji, tahapan yang paling rentan dari terjadinya vote trading adalah pada tahap pemungutan dan penghitungan suara serta penetapan hasil pemilihan umum.

Mengapa vote trading bisa terjadi?

Mada menjelaskan, kontestan pemilu tingkat lokal biasanya dikomandani oleh orang lokal pula. Pada umumnya, mereka memiliki relasi kuat dengan penyelenggara pemilu. Bahkan, sering para penyelenggara pemilu merupakan sanak keluarga atau bagian dari jaringan.

"Jaringan ini sangat mudah diaktivasi untuk pemenangan satu kontestan pilpres melalui manipulasi suara," lanjut dia.

Selain itu, lanjut Mada, minimnya alat kontrol yang sistematis terhadap penyelenggara pemilu juga memberi ruang bagi terjadinya vote trading. Penelitian UGM menunjukkan adanya praktik NPWP atau nomor piro wani piro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Epy Kusnandar Direhabilitasi sedangkan Yogi Gamblez Ditahan, Ini Alasan Polisi

Megapolitan
Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Sidang Konflik Lahan, Hakim Periksa Langsung Objek Perkara di Hotel Sultan

Megapolitan
Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Dishub DKI Imbau Pengelola Minimarket Ajukan Izin Perparkiran

Megapolitan
Polres Bogor Buat Aplikasi 'SKCK Goes To School' untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Polres Bogor Buat Aplikasi "SKCK Goes To School" untuk Cegah Kenakalan Remaja, Apa Isinya?

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com