Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka Penumpang, Bukan Barang!

Kompas.com - 27/11/2014, 12:55 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Selasa  (24/11/2014), jarum jam di tangan menunjukkan angka 22.13. Saat itu di selter bus transjakarta Slipi, Jakarta Pusat, hanya ada beberapa penumpang menunggu kedatangan bus. Tak berapa lama dari arah Tomang menuju Semanggi terlihat bus gandeng transjakarta berhenti di perempatan lampu lalu lintas. Begitu lampu lalu lintas menyala hijau, bus pun melaju.

Calon penumpang bergegas berdiri di depan pintu selter menunggu kedatangan ”ulat bulu merah” itu. Namun, ternyata bus tidak berhenti, tetap melaju dalam kondisi kosong.

Berselang waktu 20 menit, datang bus tunggal transjakarta rekondisi jurusan Grogol-Pinang Ranti. Lumayan untuk ukuran sebuah bus kota di Ibu Kota ini jika tidak ingin dibilang jelek. Saat itu ”perut” bus sudah disesaki oleh penumpang yang umumnya para pekerja pusat perbelanjaan. Wajah mereka terlihat kusut dan loyo.

Begitu pintu ditutup, sopir langsung tancap gas. Tak peduli penumpang di dalam berantakan bak kertas arisan yang dikocok dalam gelas, terbanting ke kanan dan ke kiri. Sementara itu, ruangan bus terasa pengap oleh panasnya udara mesin yang masuk ke dalam kabin. Pendingin ruangan yang ada di dalam bus hanya mengeluarkan angin. Guncangan kian keras ketika bus masuk ke jalan khusus yang tidak mulus.

Begitu mendekati Selter Semanggi, laju bus nyaris tak berkurang. Pedal rem baru ditekan pak sopir ketika jarak bus ke selter tinggal 25 meter. Mudah ditebak penumpang nyaris terjungkal jika tak berpegangan pada besi pengait yang ada. Begitu penumpang di Selter Semanggi naik, sopir kembali tancap gas. Perilaku sopir tak berubah hingga mendekati selter terakhir Pinang Ranti, Jakarta Timur, sekitar pukul 23.00.

Para penumpang ”bus malam” itu nasibnya tak ubahnya seperti barang. Sopir tak peduli penumpang nyaman atau tidak, selamat atau tidak yang penting sampai ke selter.

Milik pribadi

Seperti itulah wajah transportasi publik di Ibu Kota. Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, saat di Surabaya, Senin (24/11/2014), tak menampik realitas itu. Menurut Jonan, selama kepemilikan transportasi publik berada di tangan pribadi-pribadi, sulit untuk membangun sistem transportasi terintegrasi yang andal.

Moda transportasi kota dipastikan tetap rentan terhadap standar keselamatan dan layanan publik yang baik. ”Selain itu kepentingannya satu sama lain tidak sama. Sedihnya kenapa bemo, mikrolet, oleh pemda kok dibiarkan jalan, padahal kondisinya sudah rusak?”

”Saya sedang cari cara agar di seluruh Indonesia standarnya naik karena seharusnya standar keselamatan dan pelayanan publik yang diberikan oleh pemilik angkutan umum sama di seluruh Indonesia. Namun, kan tidak, bahkan terminalnya pun tidak standar, kotor, dan tidak nyaman,” kata Jonan.

Padahal, di mana pun di dunia, standar terminal itu harus bersih, kendaraan umum harus berpendingin udara, dan pintu kendaraan tertutup saat berjalan demi keselamatan. Kenyataan di Jakarta tidak. Bahkan, pengemudinya pun merokok saat mengemudi tak peduli penumpangnya terganggu asap rokok.

Jonan berharap, DKI Jakarta memberikan contoh yang baik soal standar pelayanan dan keselamatan. Jika semua standar itu terpenuhi, masyarakat tak akan keberatan jika tarif naik. Jika memang pemilik kendaraan sulit untuk melakukan pembiayaan guna mencapai standar keselamatan dan pelayanan yang baik, Pemerintah DKI harus memberikan pinjaman melalui Bank DKI dengan bunga normal.

”Tren owner operator untuk sekarang ini sudah tak mungkin. Bayangkan kalau dia hanya punya satu kendaraan dan kendaraannya tidak jalan, dia tidak makan. Jadi, kalau ada kerusakan, tidak akan diperbaiki oleh pemiliknya karena takut tidak jalan. Akibatnya membahayakan keamanan,” katanya.

Makanya, pengusaha-pengusaha ini harus bersatu, membuat koperasi atau badan usaha. Jika badan itu punya 100 kendaraan, saat 20 bus tidak beroperasi karena masa perawatan, tak akan mengganggu operasi keseluruhan.

Bukan hal gampang mengatasi masalah itu, tambah Jonan. Harus ada pemahaman dan cara pandang yang sama. Pesan dari Pak Menteri Jonan buat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama: DKI harus bisa menjadi contoh. Penumpang bukan barang, Pak! (Banu Astono dan M Clara Wresti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi 'May Day'

Kapolda Metro Larang Anggotanya Bawa Senjata Api Saat Amankan Aksi "May Day"

Megapolitan
3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

3.454 Personel Gabungan Amankan Aksi “May Day” di Jakarta Hari Ini

Megapolitan
Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Ada Aksi “May Day”, Polisi Imbau Masyarakat Hindari Sekitar GBK dan Patung Kuda

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Rabu 1 Mei 2024 dan Besok: Tengah Malam ini Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

[POPULER JABODETABEK] Spanduk Protes “Jalan Ini Sudah Mati” di Cipayung Depok | Polisi Temukan Tisu “Magic” di Tas Hitam Diduga Milik Brigadir RAT

Megapolitan
Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Polda Metro Jaya Kerahkan 3.454 Personel Amankan Hari Buruh di Jakarta

Megapolitan
Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Terima Mandat Partai Golkar, Benyamin-Pilar Saga Tetap Ikut Bursa Cawalkot Tangsel dari PDIP

Megapolitan
Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Brigadir RAT Bunuh Diri dengan Pistol, Psikolog: Perlu Dicek Riwayat Kesehatan Jiwanya

Megapolitan
'Mayday', 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

"Mayday", 15.000 Orang Buruh dari Bekasi Bakal Unjuk Rasa ke Istana Negara dan MK

Megapolitan
Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Maju Pilkada 2024, 2 Kader PDI-P yang Pernah Jadi Walkot Bekasi Juga Daftar Lewat PKB

Megapolitan
3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

3 Juta KTP Warga DKI Bakal Diganti Jadi DKJ pada Tahun Ini, Dukcapil: Masih Menunggu UU DKJ Diterapkan

Megapolitan
Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Saat Tekanan Batin Berujung pada Kecemasan yang Dapat Membuat Anggota Polisi Bunuh Diri

Megapolitan
PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

PMI Jakbar Ajak Masyarakat Jadi Donor Darah di Hari Buruh

Megapolitan
Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Gulirkan Nama Besar Jadi Bacagub DKI, PDI-P Disebut Ingin Tandingi Calon Partai Lain

Megapolitan
Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Anggota Polisi Bunuh Diri, Psikolog Forensik: Ada Masalah Kesulitan Hidup Sekian Lama...

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com