Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Metode "Makan Bubur" dan Pemukulan Petugas Pemadam Kebakaran

Kompas.com - 26/02/2015, 08:34 WIB
Alsadad Rudi

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Empat petugas pemadam kebakaran dipukuli oleh warga saat terjadinya kebakaran di RW 01, Jalan Lautze Raya, Karang Anyar, Kecamatan Sawah Besar, Jakarta Pusat, Senin (23/2/2015). Pemukulan dilakukan lantaran petugas dicap lamban dalam memadamkan api.

Menurut warga, petugas tidak segera menyemprotkan air ke kobaran api. Karena geram, mereka berusaha merebut selang tersebut. Namun, di sisi lain, para petugas berusaha mempertahankannya.

Metode "makan bubur" yang dijalankan oleh petugas diduga menjadi penyebab kemarahan warga. Ketidakpahaman warga terhadap prosedur kebakaran menyebabkan mereka menilai petugas lamban saat menjalankan metode ini. Sebenarnya, apakah metode "makan bubur" ini?
Kenapa petugas menerapkannya saat terjadi kebakaran di Sawah Besar?

Metode makan bubur adalah metode yang digunakan untuk mencegah meluasnya kebakaran. Dalam metode ini, penyemprotan air tidak dilakukan ke titik kobaran api, tetapi ke obyek-obyek lain yang ada di sekitarnya.

"Caranya ini seperti orang lagi makan bubur. (Penyemprotan) dimulai dulu dari pinggir, baru ke kemudian ke tengah (ke titik kobaran api)," kata Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta Subejo kepada Kompas.com, Rabu (25/2/2015).

Menurut Subejo, metode makan bubur diterapkan pada peristiwa kebakaran yang memiliki tingkat intensitas kobaran api yang tinggi. Dalam kondisi ini, petugas memang akan cenderung mengesampingkan kobaran api di obyek yang terbakar. Sebab, tindakan yang dilakukan terhadap kobaran api tidak akan berdampak signifikan terhadap obyek yang telah terbakar. Dalam artian, semua obyek yang telah terbakar tetap akan ludes dilalap api.

"Karena itu, dalam peristiwa kebakaran besar (di permukiman), petugas akan menyemprotkan dulu rumah-rumah di sekitar pusat api. Tujuannya ialah agar kebakarannya tidak meluas," ujar dia.

Meski demikian, kata Subejo, karena ketidaktahuan warga terhadap tata cara pemadaman api, banyak yang mencoba merebut selang milik petugas saat metode ini dilakukan. Padahal, tindakan tersebut justru merugikan warga sendiri. Karena dalam kebanyakan kejadian direbutnya selang oleh warga, jumlah kerugian yang timbul akibat kebakaran justru besar. Di Jakarta, kejadian di Sawah Besar pada Senin kemarin bukan yang pertama kalinya.

"Sebelumnya, sudah ada beberapa kejadian yang seperti itu dan selalu berujung jumlah kerugiannya besar. Itulah kenapa petugas ditekankan tidak boleh membiarkan selang jatuh ke tangan warga karena itu bisa merugikan warga sendiri," kata Subejo.

Kerugian kebakaran di Sawah Besar

Dalam peristiwa kebakaran di Sawah Besar pada Senin kemarin, tercatat ada 309 rumah di 13 RT yang ludes dilahap si jago merah. Akibatnya, sekitar 470 kepala keluarga atau setara 2.450 jiwa kehilangan tempat tinggal.

Kebakaran berlangsung cukup lama, yakni sejak petang hingga menjelang tengah malam. Ada empat petugas yang terkena pukulan warga. Mereka adalah Iik Wahyudin, Yudi Kurniawan, Sukur, dan Thamrin. Akibat pemukulan itu, dua nama pertama sempat mendapatkan perawatan di Puskesmas Sawah Besar, sementara Thamrin dan Sukur tidak mengalami luka berarti. Sebab, keduanya berhasil menyelamatkan diri dari amukan warga.

Dalam penuturannya, Thamrin mengatakan, apabila selang tidak direbut warga, ia yakin jumlah rumah yang terbakar tidak akan banyak. Ia menilai, banyaknya jumlah rumah yang terbakar disertai dengan lamanya proses pemadaman akibat warga berusaha memadamkan api tanpa menerapkan teknik yang benar.

"Kita kan sudah pengalaman, sudah belasan tahun padamkan api. Jadi, kita pakai teknik biar efektif dan efisien. Kalau warga asal-asalan, api malah merembet ke mana-mana," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PPDB SMP Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

PPDB SMP Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

Megapolitan
Gudang Ekspedisi di Bogor Disebut Mirip Kelab Malam, Setel Musik Kencang hingga Diprotes Warga

Gudang Ekspedisi di Bogor Disebut Mirip Kelab Malam, Setel Musik Kencang hingga Diprotes Warga

Megapolitan
PPDB 'Online', Disdik DKI Jamin Tak Ada Celah bagi Oknum Jual Beli Kursi Sekolah

PPDB "Online", Disdik DKI Jamin Tak Ada Celah bagi Oknum Jual Beli Kursi Sekolah

Megapolitan
Selebgram Zoe Levana Bantah Tudingan Terjebak di Jalur Transjakarta Cuma 'Settingan'

Selebgram Zoe Levana Bantah Tudingan Terjebak di Jalur Transjakarta Cuma "Settingan"

Megapolitan
Kasus DBD di Tangerang Selatan Meningkat, Paling Banyak di Pamulang

Kasus DBD di Tangerang Selatan Meningkat, Paling Banyak di Pamulang

Megapolitan
'Flashback' Awal Kasus Pembunuhan Noven di Bogor, Korban Ditusuk Pria yang Diduga karena Dendam

"Flashback" Awal Kasus Pembunuhan Noven di Bogor, Korban Ditusuk Pria yang Diduga karena Dendam

Megapolitan
Ketua Kelompok Tani KSB Dibebaskan Polisi Usai Warga Tinggalkan Rusun

Ketua Kelompok Tani KSB Dibebaskan Polisi Usai Warga Tinggalkan Rusun

Megapolitan
Polda Metro: Dua Oknum Polisi yang Tipu Petani di Subang Sudah Dipecat

Polda Metro: Dua Oknum Polisi yang Tipu Petani di Subang Sudah Dipecat

Megapolitan
Pasar Jambu Dua Bogor Akan Beroperasi Kembali Akhir Juli 2024

Pasar Jambu Dua Bogor Akan Beroperasi Kembali Akhir Juli 2024

Megapolitan
PPDB SD Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

PPDB SD Jakarta 2024: Kuota, Seleksi, Jalur dan Jadwalnya

Megapolitan
Larang Bisnis 'Numpang' KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Larang Bisnis "Numpang" KK Dalam Pendaftaran PPDB, Disdik DKI: Kalau Ada, Laporkan!

Megapolitan
Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA: Edukasi Anak sejak Dini Cara Minta Tolong

Anak-anak Rawan Jadi Korban Kekerasan Seksual, Komnas PA: Edukasi Anak sejak Dini Cara Minta Tolong

Megapolitan
Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Ditipu Oknum Polisi, Petani di Subang Bayar Rp 598 Juta agar Anaknya Jadi Polwan

Megapolitan
Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Polisi Periksa Selebgram Zoe Levana Terkait Terobos Jalur Transjakarta

Megapolitan
Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Polisi Temukan Markas Gangster yang Bacok Remaja di Depok

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com