Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPAI Minta Kemendagri Usut Ucapan Kasar Ahok

Kompas.com - 20/03/2015, 15:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com
- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengusut kata-kata kotor dan kasar Gubernur DKI Jakarta, Basuk Purnama atau Ahok saat dialog siaran langsung di Kompas TV.

Dalam dialog siaran langsung itu, Ahok membahas terutama dana siluman APBD DKI Jaya dengan pokok bahasan institusi dan personalia DPRD DKI Jaya. Dia kerap emosional, bahkan paling tidak tiga kali mengucapkan kata-kata kasar.

Pewawancara sebelumnya juga telah menyatakan bahwa itu siaran langsung.

Dialog itu dilakukan pada jam utama (prime time), saat banyak warga masih beraktivitas biasa, termasuk anak-anak. Dialog itu juga bukan termasuk jenis tayangan publik yang memerlukan pengawasan orangtua bagi anak.

"KPAI menilai dialog yang menampilkan kata-kata kotor dan kasar itu sangat buruk dan tidak pantas disampaikan pejabat publik. Gubernur telah memberikan teladan sangat buruk bagi anak-anak," kata Ketua KPAI, Asrorun Ni'am Sholeh, di Jakarta, Jumat (20/3/2015).

Maka dari itu, Sholeh meminta menteri dalam negeri sebagi penangung jawab pembina teknis aparatur daerah untuk melakukan proses penegakan hukum dan etika kepada gubernur terkait.

Karena yang bersangkutan merupakan wakil pemerintah pusat di daerah dan perlu diberikan peringatan agar ada efek jera.

"Penegakan kode etik pejabat publik penting untuk dilakukan agar menjamin tegaknya pemerintahan yang baik dan bersih," kata dia.

Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, dikatakan Sholeh, juga perlu memeriksa Ahok.

KPAI juga mendesak Ahok meminta maaf terbuka kepada publik, terutama kepada anak-anak, menyesali perbuatannya serta menegaskan bahwa yang Ahok katakan itu salah, serta berkomitmen tidak mengulangi. [Baca: Ahok: Saya Minta Maaf Bawa "Bahasa Toilet" ]

Sholeh juga mengingatkan elit politik dan pendukungnya tidak mempertontonkan perilaku politik murahan, merendahkan harkat kemanusiaan dan memberikan teladan buruk bagi anak-anak.

"Jangan karena pembelaan terhadap tokoh politik tertentu terus menghalalkan segala cara dan seolah membenarkan kata kotor dan kebohongan. Demikian sebaliknya, jangan karena kebencian terhadap tokoh tertentu kemudian menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan," kata dia. [Baca: Pengakuan Ahok Mengapa sampai Keluar "Bahasa Toilet"]

Sholeh juga mendorong DPRD agar dapat mengambil langkah-langkah untuk mengawasi gubernur sebagai eksekutif untuk memberikan kepemimpinan yang baik.

"Anak Indonesia butuh teladan baik dari para pemimpin publik, itulah awal revolusi mental. Jika tidak, maka politisi minus (sikap) kenegarawanan inilah peniup lonceng kematian generasi," kata dia.

Sebelumnya Ketua Komisi I DPR, Mahfuz Siddiq, dalam kapasitas pribadinya telah melayangkan surat terbuka kepada Ahok terkait hal ini. Siddiq prihatin atas sikap, etika, dan pemilihan kata-kata kasar Ahok pada ruang publik seperti itu. [Baca: Petinggi PKS Sampaikan Surat Terbuka kepada Ahok]

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Tawuran Warga Pecah di Kampung Bahari, Polisi Periksa Penggunaan Pistol dan Sajam

Megapolitan
Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin 'Jogging Track'

Solusi Heru Budi Hilangkan Prostitusi di RTH Tubagus Angke: Bikin "Jogging Track"

Megapolitan
Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Buka Pendaftaran, KPU DKI Jakarta Butuh 801 Petugas PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran Anggota PPS untuk Pilkada 2024

Megapolitan
Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Bantu Buang Mayat Wanita Dalam Koper, Aditya Tak Bisa Tolak Permintaan Sang Kakak

Megapolitan
Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Pemkot Depok Bakal Bangun Turap untuk Atasi Banjir Berbulan-bulan di Permukiman

Megapolitan
Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Duduk Perkara Pria Gigit Jari Satpam Gereja sampai Putus, Berawal Pelaku Kesal dengan Teman Korban

Megapolitan
15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

15 Pasien DBD Dirawat di RSUD Tamansari, Mayoritas Anak-anak

Megapolitan
Bantu Buang Mayat, Adik Pembunuh Wanita Dalam Koper Juga Jadi Tersangka

Bantu Buang Mayat, Adik Pembunuh Wanita Dalam Koper Juga Jadi Tersangka

Megapolitan
Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Banjir Berbulan-bulan di Permukiman Depok, Pemkot Bakal Keruk Sampah yang Tersumbat

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com