Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Betonisasi dan Masalah Ciliwung di Mata Komunitas Ciliwung Condet

Kompas.com - 24/03/2015, 14:10 WIB
Robertus Belarminus

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Betonisasi Sungai Ciliwung sepanjang 19 kilometer dari mulai kawasan TB Simatupang hingga Manggarai dinilai merusak ekosistem. Rencana ini juga ditentang karena dinilai bukan solusi penangkalan banjir.

Komunitas Ciliwung Condet salah satu yang menolak rencana ini. Analisis dampak lingkungan (Amdal) yang tak pernah dibeberkan menjadi salah satu alasannya. "Alasan substansi yang pertama itu amdal-nya enggak ada. Itu standar menurut kita," kata Ketua Komunitas Ciliwung Condet, Abdul Kodir, saat ditemui di Condet, Kramat Jati, Jakarta Timur, Selasa (24/3/2015).

Abdul menilai, pemerintah kurang melibatkan para akademisi untuk mengkaji baik tidaknya proyek tersebut. Komunitas ini bahkan pernah melayangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), pada Juli 2014 lalu. Yang digugat adalah surat keputusan Joko Widodo selaku Gubernur DKI Jakarta kala itu.

Menurut Abdul, rencana pemerintah membetonisasi atau menjadikan tanggul di tepi kiri dan kanan Sungai Ciliwung, tidak belajar dari kasus yang telah terjadi di wilayah Ciliwung Lama. Abdul menilai, ekosistem akibat betonisasi yang telah terjadi di kawasan itu telah menghilangkan ekosistem dan aneka ragam hayati di tepian sungai.

"Kalau dibeton, Ciliwung Lama yang sudah dibeton di BKB dari Manggarai ke laut, itu kajiannya apa? Apa karena bagus di beton?. Mungkin dari unsur konstruksinya bagus, tapi dari segi ekosistem gimana? Nol," ujar Abdul.

Karena tidak adanya paparan amdal dan kajian ekosistem, Abdul tak mengerti apa tujuan proyek itu. Jika sasarannya penangkalan banjir, Abdul menilai pemerintah tidak tepat sasaran. Masalah banjir, lanjutnya, ada di hulu Sungai Ciliwung di Puncak Bogor, yang banyak telah beralih fungsi.

"DAS (Daerah Aliran Sungai) Ciliwung sudah rusak. RTH (Ruang Terbuka Hijau) jauh berkurang. Benerin dulu setu, RTH di tambah, dan dilindungin (tepian) yang ada. Itu di daerah hulu sudah terjadi okupasi besar-besaran," kata Abdul.

Abdul melihat, ini yang tidak dilakukan pemerintah. Bahkan dia menilai pemerintah sendiri tidak memperhatikan kondisi tepian sungai, seperti di Jakarta. Ada kesan bangunan justru dibiarkan tumbuh. Padahal menurutnya sudah aturan yang melarang adanya bangunan di tepi sungai.

"Jangan salahin kalau masyarakat bikin rumah di kali. Karena pemerintah aturannya enggak tegas. Semua orang tahu. Banyak pelanggaran. Artinya, banyak pembiaran, atau bahkan kerja sama," ujar Abdul.

Ia berharap, ekosistem di Sungai Ciliwung tetap diperhatikan. Ada ragam hayati dan juga satwa yang perlu di lindungi. Misalnya, habitat senggawangan (kura-kura) yang menurutnya hampir hilang dari Ciliwung.

"Di Ciliwung ini harus perlakuan dengan baik ekosistemnya. Itu harapan kita," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Tangis Haru dan Sujud Syukur Casis Bintara yang Dibegal Usai Diterima Kapolri Jadi Polisi...

Megapolitan
Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Hadiah Sehabis Musibah bagi Satrio, Diterima Jadi Polisi meski Gagal Ujian akibat Dibegal

Megapolitan
Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Nasib Nahas Efendy yang Tewas di Kali Sodong, Diburu Mata Elang dan Dipukuli hingga Tak Berdaya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024 dan Besok: Pagi ini Cerah Berawan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

[POPULER JABODETABEK] Kapolri Beri Hadiah Casis Bintara yang Dibegal dengan Diterima Jadi Polisi | Kilas Balik Kronologi Pembunuhan Vina Cirebon

Megapolitan
Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Berkoordinasi dengan Polda Jabar, Polda Metro Jaya Bantu Buru 3 DPO Pembunuh Vina

Megapolitan
Pria di Kali Sodong Dibunuh 'Debt Collector' Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Pria di Kali Sodong Dibunuh "Debt Collector" Gadungan karena Tolak Serahkan Motor

Megapolitan
KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

KPU DKI Verifikasi Dokumen Dukungan Bacagub Independen Dharma Pongrekun hingga 29 Mei

Megapolitan
PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

PPK GBK Ungkap Riwayat Kepemilikan Tanah Tempat Berdirinya Hotel Sultan

Megapolitan
Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Perubahan Jadwal KRL, Transjakarta, MRT, dan LRT Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta 19 Mei

Megapolitan
Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Epy Kusnandar Isap Ganja di Atas Pohon pada Waktu Subuh

Megapolitan
'Bullying' Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

"Bullying" Siswi SMP di Bogor Diduga karena Rebutan Cowok

Megapolitan
KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

KDRT dan Terlibat Kasus Penistaan Agama, Pejabat Kemenhub Dibebastugaskan

Megapolitan
Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Mayat di Kali Sodong Ternyata Korban Perampokan dan Pembunuhan, Polisi Tangkap Pelakunya

Megapolitan
Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Ini Rekayasa Lalu Lintas di Bundaran HI Saat Pencanangan HUT Ke-497 Jakarta pada 19 Mei

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com