Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Jelaskan Alasan Mencoret Tunjangan Transportasi PNS DKI

Kompas.com - 04/04/2015, 14:52 WIB
Kurnia Sari Aziza

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencoret tunjangan transportasi bagi para pegawai negeri sipil (PNS) DKI. Direktur Jenderal (Dirjen) Kemendagri Reydonnyzar Moenek menjelaskan alasan pencoretan pemberian tunjangan kendaraan operasional di dalam RAPBD DKI 2015 itu. 

"Kenapa kami mencoret tunjangan kendaraan dinas pejabat. Memang (operasional) kendaraan dinas itu baik dan lebih efisien, tetapi dasar hukumnya tidak ada," kata pria yang akrab disapa Donny itu, saat dihubungi, Sabtu (4/4/2015). 

Menurut dia, di Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) APBD 2015, DKI masih menganggarkan sebesar Rp 400 miliar untuk pemberian tunjangan kendaraan operasional. Lebih baik, lanjut dia, anggaran itu dialihkan untuk pos belanja publik saja.

"Lagipula yang dapat kendaraan operasional ini pejabat eselon I dan pimpinan daerah, yaitu Gubernur saja. Kalau pejabat lain enggak dapat kendaraan operasional, adanya kendaraan dinas operasional," kata Donny. 

Ahok pertahankan tunjangan transportasi

Pada kesempatan berbeda, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mempertanyakan koreksi tunjangan transportasi bagi PNS oleh Kemendagri.

Apabila memberi kendaraan dinas bagi PNS DKI, pemerintah juga harus menanggung asuransi, biaya servis, dan lainnya.

Sementara jika diberi tunjangannya saja, pemerintah tidak akan menanggung biaya asuransi dan lain-lain.

Terlebih banyak PNS DKI atau pejabat eselon yang tidak menggunakan kendaraan dinasnya. Misalnya seperti Asisten Sekda bidang Keuangan DKI Andi Baso Mappapoleonro yang menggunakan fasilitas kereta rel listrik (KRL) dari rumahnya di Bogor menuju Balai Kota. 

"Makanya kami tawarkan mau ambil uang atau kendaraan dinas. Kalau mobilnya nganggur, kami abisin duit Rp 10 juta lebih tiap bulannya. Cuma kan ini sebuah terobosan yang belum siap aturannya. Kalau kami kasih dia (PNS) mentahnya, dia dan pemerintah untung," kata Basuki beberapa waktu lalu. 

Besaran tunjangan transportasi 

Sejak Agustus 2014 lalu, kendaraan dinas untuk PNS DKI diganti menjadi tunjangan operasional. Sebagai gantinya, kendaraan dinas PNS ditarik.

Aturan tersebut berdasarkan peraturan gubernur (pergub) yang ditandatangani oleh Joko Widodo. PNS diberikan pilihan untuk menerima tunjangan kendaraan atau menggunakan kendaraan operasional. 

Adapun besaran tunjangan kendaraan operasional bagi PNS DKI bervariasi, misalnya untuk pejabat eselon IV setingkat Kepala Seksi (Kasie), Kepala Sub Bagian (Kasubbag), dan Lurah akan menerima sebesar Rp 4,5 juta tiap bulannya.

Pejabat eselon III setingkat Kepala Bagian (Kabag), Camat, dan Kepala Suku Dinas (Kasudin) memperoleh Rp 7,5 juta tiap bulannya.

Sedangkan pejabat eselon II setingkat Kepala Dinas (Kadis), Kepala Biro (Kabiro), dan Wali Kota mendapatkan sekitar Rp 12 juta per bulan.

Sementara itu, PNS yang tidak punya jabatan alias staf biasa akan menerima tunjangan transportasi yang disesuaikan dengan pangkat dan golongannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior, Keluarga Sebut Korban Tak Punya Musuh

Megapolitan
Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Otopsi Selesai, Jenazah Taruna STIP yang Tewas Dianiaya Senior Akan Diterbangkan ke Bali Besok

Megapolitan
Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke jadi Tempat Prostitusi

Heru Budi Diminta Tegur Wali Kota hingga Lurah karena RTH Tubagus Angke jadi Tempat Prostitusi

Megapolitan
Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Megapolitan
BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

BPSDMP Kemenhub Bentuk Tim Investigasi Usut Kasus Tewasnya Taruna STIP

Megapolitan
Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Status Taruna STIP yang Aniaya Junior Bakal Dicopot

Megapolitan
Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Duka di Hari Pendidikan, Taruna STIP Tewas Dianiaya Senior

Megapolitan
Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Mahasiswanya Tewas Dianiaya Senior, Ketua STIP: Tak Ada Perpeloncoan, Murni Antar Pribadi

Megapolitan
Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Fakta-fakta Kasus Pembunuhan Mayat Dalam Koper di Cikarang

Megapolitan
Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Bagaimana jika Rumah Potong Belum Bersertifikat Halal pada Oktober 2024? Ini Kata Mendag Zulhas

Megapolitan
Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Tewasnya Mahasiswa STIP di Tangan Senior, Korban Dipukul 5 Kali di Bagian Ulu Hati hingga Terkapar

Megapolitan
Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Fenomena Suhu Panas, Pemerintah Impor 3,6 Juta Ton Beras

Megapolitan
Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Pengemudi HR-V yang Tabrak Bikun UI Patah Kaki dan Luka di Pipi

Megapolitan
Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Megapolitan
Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Mendag Tegaskan Rumah Potong Ayam Harus Bersertifikat Halal Oktober 2024, Tidak Ada Tawar-tawar Lagi

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com