Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran Indonesian Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas menilai perlunya pemeriksaan terhadap anggota DPRD DKI. Pasalnya, pengadaan UPS merupakan usulan dari lembaga legislatif, khususnya dari komisi yang membidangi masalah pendidikan, Komisi E.
Menurut Firdaus, pemeriksaan tersebut perlu dilakukan mengingat UPS telah dibeli dengan harga yang dianggap tidak wajar. "Penyidik (kepolisian) juga juga perlu memeriksa vendor dan distributor selaku pemenang tender pengadaan UPS. Ada dugaan mark-up. Kemungkinan desakan dari pihak ketiga itu tentu ada saja," ujar dia.
Bila dua pihak itu bisa segera diperiksa, Firdaus yakin, kasus dugaan korupsi pengadaan UPS bisa dengan cepat terungkap. "Untuk menuntaskan kasus, tiga pihak perlu diperiksa. Tiga pihak itu siapa saja? Ya tentu saja eksekutif, legislatif, dan vendor," ucap Firdaus.
Sebagai informasi, pengadaan UPS pada tahun 2014 dilakukan di 49 sekolah, masing-masing 25 sekolah di Jakarta Barat, dan 24 sekolah di Jakarta Pusat. Sejauh ini, pihak kepolisian sudah menetapkan dua tersangka. Keduanya adalah mantan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat Alex Usman, dan Kepala Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat Zaenal Soelaiman. Saat pengadaan UPS, keduanya berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK).
Beberapa waktu lalu, Wakil Ketua DPRD DKI Abraham "Lulung" Lunggana menyatakan siap dipanggil Bareskrim untuk memberi keterangan terkait kasus tersebut.
Pada 2014, Lulung merupakan koordinator Komisi E yang mengusulkan pengadaan UPS di sekolah-sekolah. Akan tetapi, ia yakin bahwa dia tidak terlibat dalam kasus dugaan korupsi UPS. Menurut Lulung, meski bertindak sebagai koordinator di Komisi E, dia tidak aktif dalam Badan Anggaran DPRD periode 2009-2014. Ia pun berani bertaruh untuk meyakinkan kalau dia tidak bersalah.