"Tujuan kita memanggil keduanya adalah untuk mencari titik terang mengenai permasalahan yang terjadi. Kalau sudah tahu kan nanti bisa diselesaikan bersama-sama," ujar Wakil Ketua Komisi E Ashraf Ali saat dihubungi Senin (18/5/2015).
Sebelumnya dalam sebuah talkshow di televisi, anggota Komisi E Mualif ZA menyatakan bahwa dewan berencana emanggil Arie. Tujuannya untuk mengklarifikasi penyebab Dinas Pendidikan mencopot Retno. Pernyataan Mualif ini menjadi salah satu pertimbangan bagi Komisi E untuk segera mempertemuakan Arie dan Retno.
"Kita akan mempertimbangkan setiap usulan anggota yang masuk. Nanti setelah reses akan kita langsung bahas soal masalah ini (pencopotan Retno)," ujar Ashraf.
Retno merupakan mantan Kepala SMAN 3 yang baru saja dicopot dari jabatannya. Penyebabnya karena ia dianggap tidak berada di sekolahnya saat penyelenggaraan ujian nasional (UN), Selasa (14/4/2015).
Saat itu, ia justru berada di SMAN 2 saat Presiden Joko Widodo, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, dan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama meninjau penyelenggaraan UN di sekolah tersebut.
Meski demikian, Retno merasa tidak melakukan kesalahan karena saat itu ia sedang diwawancarai sebuah stasiun televisi dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal FSGI.
Menurut dia, saat itu ia diwawancara dalam tema yang membahas seputar dugaan kebocoran soal pada pelaksanaan UN.
Merasa tak terima dengan keputusan pencopotan dirinya, Retno kemudian melayangkan surat keberatan ke Gubernur Basuki.
Pada kesempatan terpisah, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menilai pencopotan Retno dari jabatannya bukan dilandasi oleh fakta hukum, melainkan lebih karena adanya kebencian.
Menurut LBH Jakarta, kebencian timbul karena selama ini Retno dianggap vokal menyuarakan kebobrokan di Dinas Pendidikan. Yang terakhir adalah saat ia membeberkan dugaan kebocoran soal pada UN 2015.
"SK ini (pencopotan) lahir bukan atas landasan hukum, tapi atas dasar motif kebencian. Kebencian yang berkedok peratutan hukum," kata Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta Muhammad Isnur, di kantornya, Minggu (17/5/2015).