"(Audit independen) itu inisiatif Ketua DPRD atau ada anggaran dari dewan (DPRD)? Apakah ini inisiatif Ketua DPRD atau diketahui seluruh pimpinan? Kalau inisiatif sendiri, perlu ditanyakan lebih lanjut," kata Peneliti Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam dalam diskusi di Kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Kalibata, Minggu (29/11/2015).
Prasetio sebelumnya mengaku menyewa auditor independen untuk mengaudit anggaran. Ia juga mengklaim menemukan anggaran hingga Rp 1,88 triliun tanpa nomenklatur. (Baca: Ketua DPRD Sebut Auditor Independen Temukan Rp 1,8 Triliun Anggaran Siluman di DKI)
Menurut Peneliti ICW Abdullah Dahlan, akan menjadi masalah jika audit independen yang dilakukan Prasetio tersebut menggunakan anggaran pendapatan belanja daerah (APBD) DKI.
Pasalnya, lanjut dia, auditor yang kredibel sedianya hanya berasal dari tiga lembaga, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Inspektorat DKI.
"Hal ini bisa menjadi persoalan secara lembaga," sambung Abdullah.
Direktur Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi juga mempertanyakan siapa auditor yang disewa Prasetio.
"DPRD seolah-seolah tidak berkepentingan, padahal ada (kepentingan). Dulu (Pemerintah) Provinsi (DKI Jakarta) mencoret (anggaran), sekarang legislatif yang mencoret (anggaran)," kata Apung. (Baca: Kata Ahok, PNS DKI Puluhan Tahun Terbiasa Susun Anggaran yang "Beres")
Direktur Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia, Syamsudin mengatakan, DPRD sedianya hanya memiliki tenaga ahli dan pakar yang pembiayaannya dialokasikan dalam anggaran Sekretariat Dewan (Sekwan).
Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Berdasarkan Pasal 34 dalam PP tersebut, setiap fraksi di DPRD dibantu satu tenaga ahli. Kemudian dalam Pasal 117 ayat 1 disebutkan bahwa pembentukan tim pakar dan ahli dilakukan dalam rangka melaksanakan tugas dan wewenang DPRD.
Ia pun menduga auditor independen yang dilibatkan Prasetio adalah tenaga ahli yang dimilikinya.
"Di DPRD itu dikenal tim ahli dan tenaga ahli. Mungkin yang dimaksud Ketua DPRD itu tim ahli, tapi tidak boleh menjudge (tim ahli) itu auditor independen. Ketua DPRD itu hanya sebagai juru bicara atas apa yang dihasilkan DPRD dan memimpin rapat DPRD," kata Syamsudin.
Menurut Prasetio, dari total Rp 1,88 triliun anggaran tanpa nomenklatur, anggaran terbesar terdapat di Dinas Pendidikan.
Ia juga menyebutkan hanya Rp 194 miliar dana yang memiliki nama kegiatan. Selebihnya, yakni sekitar Rp 1,39 triliun, dana di Dinas Pendidikan tanpa ada nomenklaturnya. (Baca: Ini Anggaran Siluman yang Ditemukan DPRD DKI)
Anggaran tanpa nomenklatur juga ditemukan di Suku Dinas Pendidikan II Jakarta Timur sebesar Rp 550 juta, Rumah Sakit Umum Daerah Kepulauan Seribu Rp 92,5 juta, Unit Penyelenggaran Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah Rp 400 miliar, Rumah Sakit Umum Kecamatan Sawah Besar Rp 2,26 miliar, dan Dinas Perhubungan dan Transportasi Rp 68,59 miliar.
Selanjutnya, Unit Pengelola ERP Rp 2 miliar, Unit Pengelola Kereta Api Ringan Rp 1,78 miliar, Badan Promosi dan Penanaman Modal Rp 5,71 miliar, Unit Pengelola Gelanggang Remaja Jakarta Timur Rp 1,90 miliar, dan Biro Perekonomian Rp 1,08 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.