Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Misteri Sianida di Kopi Mirna yang Belum Terpecahkan

Kompas.com - 28/01/2016, 07:44 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Hari ini, Kamis (28/1/2016), tepat 22 hari setelah kematian Wayan Mirna Salihin (27).

Mirna tewas setelah meminum es kopi vietnam bersama dua rekannya, Jessica dan Hani, di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Rabu (6/1/2016) lalu.

Diduga, ada kandungan sianida dalam kopi yang dikonsumsi Mirna. Hingga kini, belum terungkap orang yang menaruh racun mematikan di kopi tersebut.

Para penyidik Unit 1 Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya pun masih terus melakukan pengusutan untuk mengungkap pembunuh Mirna.

Sejak awal kasus ini bergulir, ada sejumlah spekulasi yang berkembang. Ada dugaan pembunuhan ini didasari motif pribadi dan bisnis.

Namun, polisi masih terus melakukan pengusutan untuk mengungkap motif sesungguhnya di balik kematian Mirna.

"Ya, motif itu sudah kami sandingkan, motif A, B, dan C pada awalnya untuk memudahkan proses penyidikan. Tunggu saja nanti, ketika sudah menetapkan tersangka sudah tahu motifnya," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Mohammad Iqbal, di Jakarta, Minggu (24/1/2016).

Polisi belum juga menetapkan tersangka karena prinsip kehati-hatian. Dalam berbagai kesempatan, polisi mengklaim memiliki lebih dari dua alat bukti. Beberapa di antaranya keterangan saksi, ahli, dokumen, dan petunjuk lainnya. 

Saat berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Selasa (26/1/2016), jaksa meminta kepolisian menambahkan keterangan ahli.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti mengatakan, keterangan ahli berkorelasi dengan bukti-bukti yang ditemukan di lapangan saat olah tempat kejadian perkara.

"Misalnya saya punya petunjuk, HP ini (contoh). Ini barang bukti. Dia tidak akan bernilai kalau tidak dilakukan analisis. Analisis dilakukan oleh ahli. Misalnya, kami bisa membuka, tetap saja apa yang kami lakukan itu tidak ada nilai kalau tidak didukung keterangan ahli," papar Krishna.

"Tapi, kalau disandingkan keterangan ahli jadi tiga. Pertama, sebagai barang bukti, keterangan ahli, dokumen keluar, dan petunjuk sesuaikan semua jadi alat bukti. Itulah yang kami lakukan," lanjut dia.

Di luar itu, penyidik dan jaksa sepakat perihal penyidikan kasus pembunuhan ini.

Namun, keterangan ahli juga bagian penting untuk menguatkan bukti-bukti di lapangan.

"Ahli itu harus legal yuridis, permintaan surat ada, keterangan tanggal berapa, apa isinya, kembali pada kami, dilakukan analisis gelar perkara, baru meningkat (statusnya)," tambah Krishna.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Keluarga Tolak Otopsi Jenazah Brigadir RAT yang Bunuh Diri di Mampang

Megapolitan
Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Pemilik Rumah Tempat Brigadir RAT Bunuh Diri Minta Publik Tak Berasumsi

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Jenazah Brigadir RAT Telah Dibawa Pihak Keluarga dari RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Proyek LRT Jakarta Rute Velodrome-Manggarai Masuk Tahap Pemasangan Girder

Megapolitan
Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Polisi Sebut Brigadir RAT Bunuh Diri di Mampang saat Sedang Cuti

Megapolitan
Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Pemprov DKI Siapkan Stok Blanko KTP untuk Pemilih Pemula Pilgub 2024

Megapolitan
Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Sebelum Tewas, Brigadir RAT Sepekan Tinggal di Jakarta

Megapolitan
Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Partisipasi Pemilih di Jakarta pada Pemilu 2024 Turun Dibandingkan 2019

Megapolitan
Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Pemerintah DKJ Punya Wewenang Batasi Kendaraan Pribadi di Jakarta, DPRD Minta Dilibatkan

Megapolitan
Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Dua Begal di Depok Lakukan Aksinya di Tiga Tempat dalam Sehari

Megapolitan
Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Unggah Foto Gelas Starbucks Tutupi Kabah Saat Umrah, Zita Anjani: Saya Berniat Mancing Obrolan...

Megapolitan
Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Jenazah Brigadir RAT Belum Diotopsi, Polisi Tunggu Keputusan Keluarga

Megapolitan
Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Keluarga Brigadir RAT yang Meninggal Bunuh Diri Tiba di RS Polri Kramat Jati

Megapolitan
Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Dua Begal yang Bacok Korban di Depok Incar Anak Sekolah

Megapolitan
Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Pemprov DKI Disarankan Ambil Alih Pengelolaan JIS, TIM, dan Velodrome dari Jakpro

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com