Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Kronologi Sengketa Rumah Guru Besar UI yang Dipermasalahkan Selama 28 Tahun

Kompas.com - 05/02/2016, 18:57 WIB
Andri Donnal Putera

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Profesor Soenarjati Djajanegara, seorang Guru Besar Fakultas Ilmu-ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, membeli sebuah kavling dari tangan pertama di daerah Bintaro, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, tahun 1965.

Kavling itu didapat melalui kemudahan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang diperuntukkan bagi pegawai di sana.

"Saya bersama ratusan karyawan lain, beli, dengan sertifikat Nomor 743 dan membayar Ipeda atau PBB," kata Soenarjati kepada Kompas.com di kediamannya, Jumat (5/2/2016).

Soenarjati mulai mendirikan rumah di sana dan menempatinya pada tahun 1980. Delapan tahun kemudian, tahun 1988, seorang bernama dr S menuntut bahwa tanah di sana merupakan miliknya.

S menggugat Soenarjati dan membawa perkara itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tahun 1989, gugatan dr S dimenangkan, Soenarjati dinyatakan kalah dan melanggar hukum.

Menerima hasil seperti itu, Soenarjati pun naik banding ke Pengadilan Tinggi. Hingga pada tahun 1993, Pengadilan Tinggi memutuskan memenangkan Soenarjati sebagai pemilik tanah yang sah dan menolak gugatan dr S.

Sebelum diputuskan menang, pihak Pengadilan Tinggi mengabulkan permohonan Soenarjati untuk sidang di lokasi sengketa.

Dari hasil sidang lokasi, didapati fakta keterangan di sertifikat kepemilikan tanah versi dr S tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hal itulah yang membuat Pengadilan Tinggi memenangkan Soenarjati.

Namun, masalah belum selesai. Pada tahun 1999, Soenarjati menerima surat keputusan dari Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan dirinya kalah dalam perkara tanah tersebut.

Soenarjati pun memohon Peninjauan Kembali (PK) kepada MA. Hingga pada tahun 2001, ditemukan fakta perbedaan blok antara sertifikat milik Soenarjati dengan milik dr S.

Di sertifikat milik Soenarjati dijelaskan, bidang tanah miliknya berada di Blok Rena. Sementara itu, di sertifikat dr S, lokasi bidang tanahnya ada di Blok Jaran. Kedua tempat itu berbeda.

Namun, tahun 2002, MA tetap menyatakan Soenarjati sebagai pihak yang kalah. MA menyebutkan, hanya soal waktu Soenarjati harus mengosongkan rumah di sana.

Waktu berjalan terus hingga tahun 2015, seorang pria berumur 27 tahun berinisial E mengaku sebagai anak dr S. E diminta ibunya untuk mengambil tanah milik Soenarjati yang nantinya ingin digunakan untuk modal membuka perusahaan.

Soenarjati yang menolak pun dikagetkan dengan telepon dari E pada November 2015 lalu.

"Dia bilang, ada kabar buruk, saya harus mengosongkan rumah ini. Kalau tidak meninggalkan rumah, saya akan dieksekusi," tutur Soenarjati.

Pada tanggal 2 Februari 2016 lalu, Soenarjati kedatangan tiga orang pria yang mengaku diutus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka mengantarkan surat perihal imbauan pelaksanaan eksekusi secara sukarela.

Kini, Soenarjati masih memperjuangkan rumah yang sudah dia tempati selama 36 tahun itu. Soenarjati juga menegaskan memiliki semua dokumen penting yang dia simpan, termasuk kuitansi pembayaran segala hal yang berkaitan dengan rumahnya. (Baca: Rumah Milik Guru Besar FIB UI Ini Dipermasalahkan Selama 28 Tahun)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rio Reifan Lagi-lagi Terjerat Kasus Narkoba, Polisi: Tidak Ada Rehabilitasi

Rio Reifan Lagi-lagi Terjerat Kasus Narkoba, Polisi: Tidak Ada Rehabilitasi

Megapolitan
Dibutuhkan 801 Orang, Ini Syarat Jadi Anggota PPS Pilkada Jakarta 2024

Dibutuhkan 801 Orang, Ini Syarat Jadi Anggota PPS Pilkada Jakarta 2024

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Pembunuh Wanita Dalam Koper Transfer Uang Hasil Curian ke Ibunya Sebesar Rp 7 Juta

Megapolitan
Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Pemulung Meninggal di Dalam Gubuk, Saksi: Sudah Tidak Merespons Saat Ditawari Kopi

Megapolitan
Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Pemulung yang Tewas di Gubuk Lenteng Agung Menderita Penyakit Gatal Menahun

Megapolitan
Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Polisi Ungkap Percakapan soal Hubungan Terlarang Pelaku dan Perempuan Dalam Koper Sebelum Pembunuhan

Megapolitan
Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Pembunuh Wanita Dalam Koper Sempat Kembali ke Kantor Usai Buang Jasad Korban

Megapolitan
Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Pemkot Depok Akan Bebaskan Lahan Terdampak Banjir di Cipayung

Megapolitan
Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Polisi Buru Maling Kotak Amal Mushala Al-Hidayah di Sunter Jakarta Utara

Megapolitan
Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Remaja yang Tenggelam di Kali Ciliwung Ditemukan Meninggal Dunia

Megapolitan
Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Polisi Selidiki Pelaku Tawuran yang Diduga Bawa Senjata Api di Kampung Bahari

Megapolitan
'Update' Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

"Update" Kasus DBD di Tamansari, 60 Persen Korbannya Anak Usia SD hingga SMP

Megapolitan
Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Bunuh dan Buang Mayat Dalam Koper, Ahmad Arif Tersinggung Ucapan Korban yang Minta Dinikahi

Megapolitan
Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Pria yang Meninggal di Gubuk Wilayah Lenteng Agung adalah Pemulung

Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Mayat Pria Ditemukan di Gubuk Wilayah Lenteng Agung, Diduga Meninggal karena Sakit

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com