Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Calon Kepala Daerah Dilarang Terima Sumbangan Asing

Kompas.com - 19/03/2016, 18:29 WIB
Alsadad Rudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan calon kepala daerah dilarang menerima sumbangan dari negara asing. Larangan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Pada Pasal 76 ayat 1 undang-undang tersebut dinyatakan bahwa partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan dilarang menerima sumbangan atau bantuan lain untuk kampanye yang berasal dari negara asing, lembaga swasta asing, lembaga swadaya masyarakat asing dan warga negara asing.

Selain negara asing, sumbangan juga tidak boleh berasal dari pihak yang tidak jelas identitasnya, pemerintah dan pemerintah daerah; maupun badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik desa atau sebutan lain.

Sementara itu, pada ayat ketiga dan keempat, dinyatakan bahwa partai politik dan/atau gabungan partai politik atau pasangan calon yang melanggar ketentuan itu dapat dikenakan sanksi berupa batal diikutsertakan pada pilkada.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, Soemarno, Sabtu (19/3/2016)  menyatakan tidak akan membatasi total penerimaan sumbangan bagi pasangan calon yang nantinya akan bertarung dalam pemilihan kepala daerah 2017.

Pembatasan hanya dilakukan terhadap jumlah dana yang akan diberikan si penyandang dana, yakni penyumbang perseorangan hanya boleh memberikan dana maksimal Rp 50 Juta, sedangkan badan hukum swasta maksimal Rp 500 Juta.

Meski tidak akan membatasi penerimaan sumbangan, Soemarno menyatakan pasangan calon dilarang menggunakan dana untuk kegiatan yang sudah difasilitasi oleh KPU, seperti pemasangan alat peraga kampanye dan beriklan di media massa. Karena kedua kegiatan tersebut nantinya akan dibiayai oleh KPU.

"Dananya hanya boleh digunakan untuk kegiatan yang tidak difasilitasi KPU, seperti rapat akbar. Tapi itu juga harus dilaporkan ke KPU," ujar Soemarno kepada Kompas.com.

Dana Kampanye pasangan calon perseorangan dapat diperoleh dari sumbangan pihak lain yang tidak mengikat yang meliputi sumbangan perseorangan dan/atau badan hukum swasta.

Dana sumbangan dari perseorangan dibatasi paling banyak Rp 50.000.000 dan dari badan hukum swasta paling banyak Rp 500.000.000.

Partai politik dan/atau gabungan partai politik yang mengusulkan pasangan calon dan pasangan calon perseorangan dapat menerima dan/atau menyetujui pembiayaan bukan dalam bentuk uang secara langsung untuk kegiatan kampanye yang jika dikonversi berdasar harga pasar nilainya tidak melebihi sumbangan dana Kampanye.

Pemberi sumbangan harus mencantumkan identitas yang jelas dan penggunaan dana kampanye pasangan calon wajib dilaksanakan secara transparan dan akuntabel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Sebut Perencanaan Batavia 'Contekan' untuk Bangun Jakarta

Sudirman Said Sebut Perencanaan Batavia 'Contekan' untuk Bangun Jakarta

Megapolitan
Sejumlah Titik dan Gedung di Jakarta Padamkan Lampu Malam Ini, Cek Lokasinya

Sejumlah Titik dan Gedung di Jakarta Padamkan Lampu Malam Ini, Cek Lokasinya

Megapolitan
Mobil Tertimpa Pohon Saat Melintas, Sopir dan Penumpang Syok

Mobil Tertimpa Pohon Saat Melintas, Sopir dan Penumpang Syok

Megapolitan
Pohon 15 Meter di Kuningan Mendadak Tumbang, Timpa Mobil yang Melintas

Pohon 15 Meter di Kuningan Mendadak Tumbang, Timpa Mobil yang Melintas

Megapolitan
Ulah Rombongan Tiga Mobil di Depok, Tak Bayar Makan yang Dipesan gara-gara Miskomunikasi

Ulah Rombongan Tiga Mobil di Depok, Tak Bayar Makan yang Dipesan gara-gara Miskomunikasi

Megapolitan
Cerita Karyawan Warteg yang Kebakaran di Duren Tiga: Sempat Mati Listrik 2 Kali sebelum Api Membesar

Cerita Karyawan Warteg yang Kebakaran di Duren Tiga: Sempat Mati Listrik 2 Kali sebelum Api Membesar

Megapolitan
Komentar Sejarawan usai Lihat Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia...

Komentar Sejarawan usai Lihat Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia...

Megapolitan
Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia Memprihatinkan, Sejarawan Nilai Pemerintah Pilih Kasih

Cagar Budaya Gudang Timur Kasteel Batavia Memprihatinkan, Sejarawan Nilai Pemerintah Pilih Kasih

Megapolitan
Gudang Timur Kasteel Batavia di Kota Tua, Cagar Budaya tapi Kondisinya Tak Terawat

Gudang Timur Kasteel Batavia di Kota Tua, Cagar Budaya tapi Kondisinya Tak Terawat

Megapolitan
Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Megapolitan
Ahmed Zaki Sebut Ridwan Kamil Masih Dipertimbangkan Maju di Jawa Barat

Ahmed Zaki Sebut Ridwan Kamil Masih Dipertimbangkan Maju di Jawa Barat

Megapolitan
Polisi Sebut Penipu Modus “Like-Subscribe” di Youtube Tak Gunakan Data Korban untuk Buka Rekening

Polisi Sebut Penipu Modus “Like-Subscribe” di Youtube Tak Gunakan Data Korban untuk Buka Rekening

Megapolitan
Kasus Penculikan Balita 4 Tahun di Johar Baru Selesai Secara Kekeluargaan

Kasus Penculikan Balita 4 Tahun di Johar Baru Selesai Secara Kekeluargaan

Megapolitan
Berpotensi Lawan Anies di Pilkada Jakarta, Sudirman Said: Bukan Hal Luar Biasa

Berpotensi Lawan Anies di Pilkada Jakarta, Sudirman Said: Bukan Hal Luar Biasa

Megapolitan
Singgung Kejatuhan VOC karena Korupsi, Sudirman Said: Sejarah Ternyata Berulang

Singgung Kejatuhan VOC karena Korupsi, Sudirman Said: Sejarah Ternyata Berulang

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com