Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahok: Ada Perbedaan Aturan Dalam Melihat Pembelian Lahan Sumber Waras

Kompas.com - 14/04/2016, 09:45 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menilai ada perbedaan peraturan yang dipakai antara dirinya dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras.

Ahok mengungkapkan, dirinya memakai aturan Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2014 tentang Perubahan atas Aturan Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Sementara  BPK memakai Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Perbedaan peraturan tersebut diprotes Ahok karena menghasilkan selisih audit dalam pembelian lahan RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta.

"Saya juga protes selisih audit. BPK menggatakan ini melanggar prosedur, karena dia memaksa menggunakan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2012. Harus bentuk tim sosialisai, kajian, baru beli, dan harus gunakan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)," kata Ahok di Balai Kota, Jakarta, Rabu (13/4/2016).

Sebelum keluar UU Nomor 2 tahun 2012, kata Ahok, pemerintah hanya boleh membeli tanah sesuai harga NJOP. Kebijakan tersebut diduga sebagai penyebab kekalahan pemerintah dari swasta dalam proses pembelian tanah.

"Maka keluar undang-undang itu. Karena hampir semua ruas tol yang mau dibangun, gak bisa beli. Saya dulu sempat dengar, saya sudah keburu keluar (dari DPR RI), saya di Baleg (Badan Legislatif) dari ahli ekonom, akademisi menyampaikan undang-undang itu," kata Ahok.

Berbarengan dengan undang-undang itu, kemudian keluar Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Dalam peraturan itu disebutkan pembelian tanah di bawah satu hektar dapat langsung dilakukan proses jual beli oleh instansi pemerintah demi efektivitas dan efisensi pengadaan tanah untuk kepentingan umum.

"Satu hektar kemudian diubah lagi menjadi lima hektar di 2014," kata Ahok.

Perubahan luas lahan tersebut diatur dalam Perpres Nomor 40 tahun 2014.

Ahok mengungkapkan BPK tak mau menganggap adanya Perpres tersebut.

"Itu yang saya protes. Saya membeli tanah dengan aturan Perpres, dia ngotot gunakan (UU 2012), ya salahlah. Ini yang gak bener. Gak ketemu dong. Kalau kamu udah memalsukan data," kata Ahok.

Kompas TV Kontroversi Pembelian Lahan Sumber Waras
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Kasus Kriminal di Depok Naik, dari Pencurian Guling hingga Bocah SMP Dibegal

Megapolitan
Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Pemprov DKI Bakal Bangun 2 SPKL Tahun Ini, Salah Satunya di Balai Kota

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Pedagang Pigura di Bekasi Bakal Jual 1.000 Pasang Foto Prabowo-Gibran

Megapolitan
Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Ketika Pemprov DKI Seolah Tak Percaya Ada Perkampungan Kumuh Dekat Istana Negara...

Megapolitan
Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Pedagang Pigura di Bekasi Patok Harga Foto Prabowo-Gibran mulai Rp 150.000

Megapolitan
Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Upaya PKS Lanjutkan Hegemoni Kemenangan 5 Periode Berturut-turut pada Pilkada Depok

Megapolitan
PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

PKS Bakal Gaet Suara Anak Muda untuk Bisa Menang Lagi pada Pilkada Depok 2024

Megapolitan
Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Golkar: Elektabilitas Bukan Jadi Indikator Utama untuk Pilih Cagub DKI

Megapolitan
Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Polisi Periksa 13 Saksi dalam Kasus Anggota Polisi yang Tembak Kepalanya Sendiri

Megapolitan
Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Nestapa Agus, Tak Dapat Bantuan Pemerintah dan Hanya Andalkan Uang Rp 100.000 untuk Hidup Sebulan

Megapolitan
Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Ogah Bayar Rp 5.000, Preman di Jatinegara Rusak Gerobak Tukang Bubur

Megapolitan
Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Kapolres Jaksel: Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri karena Ada Masalah Pribadi

Megapolitan
Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Polisi: Mobil Alphard yang Digunakan Brigadir RAT Saat Bunuh Diri Milik Kerabatnya

Megapolitan
Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Jakarta Hari Ini Sabtu 27 April 2024, dan Besok: Siang ini Hujan Ringan

Megapolitan
[POPULER JABODETABEK] Warga yang 'Numpang' KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

[POPULER JABODETABEK] Warga yang "Numpang" KTP Jakarta Protes NIK-nya Dinonaktifkan | Polisi Sita Senpi dan Alat Seks dari Pria yang Cekoki Remaja hingga Tewas

Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com