JAKARTA, KOMPAS.com - Pembangunan mass rapid transit (MRT) di sejumlah titik terhambat masalah pembebasan lahan.
Pada Senin (13/3/2017), Pemprov DKI Jakarta kembali menggelar rapat mengenai upaya pengambilalihan 24 bidang di ruas Sisingamangaraja-Lebak Bulus melalui konsinyasi.
"Ada dikonsinyasi 14 di pengadilan Jaksel, 1 di Jakbar, 1 di Jakut, 1 di Jaktim, dan 7 di Jakpus semoga pengadilan bisa cepat memutuskan," kata Kepala Bagian Penataan Kota dan Lingkungan Hidup Pemerintah Kota Jakarta Selatan Bambang Eko Prabowo kepada Kompas.com, Senin.
(Baca juga: Rencana Perpanjangan Jalur MRT Masih Tersendat di DPRD DKI)
Persoalan mengenai lahan yang kebanyakan berada di Jalan Fatmawati ini terpaksa dibawa ke jalur konsinyasi.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pemerintah bisa melakukan konsinyasi atau memaksa pemilik lahan menjual lahannya dan menerima pembayaran melalui pengadilan.
"Harga konsinyasi yang diajukan ini sesuai appraisal," ujar Bambang. Nilai pembayaran ini didasarkan pada hasil appraisal akuntan publik yang ditunjuk oleh pemerintah.
(Baca juga: Menhub Akan Bahas Penambahan Biaya MRT dengan Sumarsono dan DPRD DKI)
Adapun 127 bidang sebelumnya telah dibebaskan pada 22 Desember 2016 dengan anggaran Rp 300 miliar dari Dinas Perhubungan dan Dinas Bina Marga.
Sebagian lahan yang sudah terbayarkan di Jalan Fatmawati telah dibongkar beberapa waktu lalu untuk pembangunan Stasiun Haji Nawi.