Oleh: Susi Ivvaty, Ingki Rinaldi
Malam itu, penjual CD/VCD/DVD sepertinya mengerti bahwa tikar-tikar di depannya diduduki oleh wajah-wajah dewasa, kira-kira berusia 35 tahun ke atas. Udara dingin, kopi tubruk, dan jagung bakar menjadi pas ditemani oleh lagu-lagu lawas Iwan. Penjual cakram kompak itu membawa para ”tamu” Kanal Banjir Timur (KBT) kembali ke masa lalu.
Biar tahu biar rasa/
Maka tersenyumlah kasih/
Tetap langkah jangan hentikan/
Cinta ini milik kita//
Kali ini, lagu Iwan yang berjudul ”Buku Ini Aku Pinjam” itu mengalun. Mungkin berlebihan kalau dikatakan malam itu suasana mendadak romantis. Namun, itulah yang terjadi. Memang romantis.
Tanggul ”sungai baru” yang dibangun untuk mengendalikan banjir di kawasan timur dan utara Jakarta itu, khususnya di ruas Cipinang hingga Pondok Bambu, malam itu sangat riuh.
Hampir tidak ada lahan kosong di pinggir kanal yang menyodet lima sungai di Jakarta Timur (Sungai Cipinang, Cakung, Sunter, Buaran, dan Jatikramat) itu. Lahan sepanjang sekitar 3 kilometer itu dimanfaatkan warga untuk berdagang, mulai dari bakso, sate, jagung bakar, hingga jaket kulit, handuk, pembungkus ponsel, dan mainan anak-anak.
Sepasang kekasih saling menyuapi mi goreng di lapak Bu Sumarni. Kemesraan yang sederhana, namun terasa asyik. Sehabis hujan, tidak terlalu banyak nyamuk yang mengganggu.
Sumarni terlihat sangat sibuk. Pedagang asal Tegal ini menjual teh poci, mi rebus/goreng, dan makanan hangat lain. ”Makin malam makin ramai, Mbak, apalagi malam Minggu. Hari biasa saja bisa sampai jam satu dini hari,” katanya.
Di lapak lain, di sisi utara KBT yang berbatasan dengan Jalan Basuki Rahmat, tanah kosong untuk nongkrong lebih luas lagi. Jalan di inspeksi tanggul ini (seharusnya) bebas dari kendaraan bermotor dan dimanfaatkan untuk jalur sepeda atau tempat bermain. Sekelompok anak muda tidur-tiduran telentang memandang langit sambil bercerita. Sesekali mereka tertawa.
Joni, Adi, dan Koko memilih duduk di tikar yang menjorok ke sungai. Sambil minum kopi dan mengisap rokok, tiga pengawas Apartemen Kasablanka di Jalan Pahlawan Revolusi, Klender, itu asyik ngobrol.
”Kebetulan jam kerja kami bareng, jadi pulang kerja mampir dulu ke sini. Hiburan sederhana, ha-ha-ha,” kata Joni.
Di tempat lain
Tidak hanya di pinggir KBT, kehangatan serupa juga terasa di mulut Perumahan Puri Beta, Ciledug, Tangerang, yang kini menjadi semacam taman rekreasi. Di sana ada kolam renang, juga beberapa kedai beragam makanan. Namun, daya tarik utama adalah lahan berumput, rindang pepohonan, yang memang jadi barang langka di kawasan itu.
Pagi hari, khususnya di hari libur, banyak warga berolahraga atau sekadar berjalan-jalan bersama keluarga. Jajanan kaki lima seperti gayung bersambut ikut menyemarakkan suasana. Hiburan berupa komidi putar yang kerap kali hadir di sana juga membuat tempat itu makin kentara sebagai kawasan hiburan warga sekitar.
Sore sampai malam hari, para remaja yang datang dengan sepeda kayuh atau sepeda motor nongkrong dan bercengkerama di kawasan yang juga menjadi salah satu pusat penjualan onderdil dan pernak-pernik sepeda motor itu. Lalu lalang mereka bahkan sering membuat kemacetan lalu lintas.