"Masih banyak yang dobel-dobel, satu siswa dapat dua kartu. Jadi, banyak siswa yang enggak bisa dapat KJP," kata Basuki, di Balaikota Jakarta, Jumat (20/12/2013).
Pihak sekolah, lanjutnya, kerap salah memberikan data kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Baru-baru ini, Basuki memberi contoh, siswa di salah satu SD negeri mendapatkan KJP, dan saat melanjutkan ke sebuah SMP negeri, siswa itu tidak mendapat KJP.
Akhirnya, siswa itu memilih untuk melanjutkan studi di sekolah swasta. Seharusnya, semua siswa yang semasa SD mendapat KJP tetap mendapatkan bantuan itu hingga ke bangku SMA/SMK.
Sistem validasi data siswa sekolah itulah yang belum dimiliki Pemprov DKI Jakarta. "Mungkin sistem cara penyalurannya bisa dikunci. Sekarang bagi kita yang penting penyalurannya tepat sasaran, jangan sampai anak tidak mampu tidak dapat KJP," ujar Basuki.
Sementara itu, Kepala Bidang Program dan Pembiayaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) DKI Jakarta Wahyu Wijayanto mengatakan, sektor pendidikan tak lagi menjadi prioritas dalam APBD DKI 2014.
Sebab, lanjut dia, siswa penerima KJP kini semakin berkurang. Sejak daftar siswa penerima KJP ditempel di kantor kelurahan, kecamatan, dan berbagai sekolah, banyak siswa yang merasa mampu memilih tidak menerima KJP.
Wahyu menambahkan, salah satu penyebab banyaknya siswa memilih tidak menerima KJP adalah karena rasa malu. "Pada awalnya, antusiasme masih tinggi. Untuk jumlah detailnya silakan tanya ke Dinas Pendidikan," kata Wahyu.
Pada tahun anggaran 2013, total anggaran yang dialokasikan untuk KJP sebesar Rp 843 miliar. Sementara pada RAPBD 2014, anggaran yang dialokasikan untuk KJP sekitar Rp 799,81 miliar.
Syarat untuk mendapatkan KJP sangat mudah, yaitu cukup melampirkan surat keterangan tidak mampu. Besaran yang diberikan adalah untuk siswa SMA/SM/MA Rp 240.000; SMP/MTs Rp 210.000; dan SD/MI Rp 180.000 per bulan.